Selain itu, Munafri mendorong agar masjid tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah, tetapi juga menjadi pusat pemberdayaan umat.
Salah satu poin penting yang digarisbawahi Wali Kota adalah perlunya revolusi dalam kurikulum pendidikan dasar. Menurutnya, alokasi dua jam pelajaran agama per minggu dinilai tidak cukup untuk membentuk karakter anak.
“Percuma anak-anak cerdas secara akademik jika tidak memiliki akhlak yang baik. Kita tidak bisa berasumsi semua anak berasal dari rumah tangga yang ideal,” ungkap Munafri.
Sebagai solusi, Pemkot Makassar berencana meramu kurikulum baru yang mengedepankan pendidikan akhlak, agama, serta kearifan lokal Bugis-Makassar.
“Kami akan libatkan ahli pendidikan, ulama, dan tokoh masyarakat untuk menyusun kurikulum yang menguatkan nilai-nilai seperti sipakatau (saling memanusiakan), siri’ na pacce (rasa malu dan empati), dan tabe (sopan santun). Karakter inilah yang akan menjadi backbone atau tulang punggung dari ilmu pengetahuan,” paparnya.
Sebagai bukti komitmen, acara ditutup dengan penandatanganan MoU antara IMMIM dan Pemkot Makassar. Kesepakatan ini menjadi tonggak sejarah bagi penguatan kolaborasi dalam bidang dakwah, pendidikan, dan pembinaan sosial keagamaan di kota ini.
“Kami dari Pemerintah Kota Makassar akan terus memberikan dukungan kepada ulama dan mubalig. Menyelesaikan persoalan sosial masyarakat membutuhkan pendekatan dakwah yang berkesinambungan,” tutup Munafri.
Acara yang dihadiri oleh Kadis Kominfo Moh Roem, Kadis Pendidikan Achi Soleman, dan Kabag Kesra ini diharapkan dapat melahirkan gagasan-gagasan konkret sebagai masukan bagi kebijakan Pemkot Makassar ke depan. (HL)