Sementara itu, Kapolrestabes Makassar, Kombes Arya Perdana, mengapresiasi mahasiswa Makassar yang dinilai mampu menjaga kondusivitas saat menyampaikan aspirasi.

Namun, Arya mengingatkan bahwa unjuk rasa adalah hak yang diatur undang-undang, termasuk larangan beraksi di lokasi vital dan batas waktu hingga pukul 18.00.

“Semua aturan itu dibuat agar aspirasi tersampaikan, tetapi hak orang lain tidak terganggu,” tegas Arya.

Ia juga menyoroti insiden ricuh pada 29 Agustus 2025 yang diduga ditunggangi pihak tak bertanggung jawab. “Muncul orang-orang berpakaian hitam yang melakukan pengrusakan. Itu bukan lagi mahasiswa, melainkan pelaku kriminal,” bebernya.

Komandan Kodim (Dandim) 1408/Makassar, Letkol Franki Susanto, dalam paparannya mengingatkan pentingnya pemuda menjaga nasionalisme di tengah ancaman hybrid war atau perang hibrida.

“Perang hibrida tidak ada bentuknya. Semua bisa dijadikan pintu masuk untuk melemahkan Indonesia, mulai dari media sosial, ekonomi, agama, hingga isu suku dan ras,” kata Franki.

Ia menegaskan, TNI yang lahir dari rahim rakyat akan selalu berdiri di depan untuk membela bangsa dan siap membantu Polri menjaga persatuan.

Dialog yang diikuti organisasi seperti HMI MPO, PMKRI, PMII, IMM, GMNI, GMKI, KAMMI, HIKMAHBUDHI, dan LMND ini, tidak hanya menjadi ajang silaturahmi, tetapi juga wujud kepedulian kolektif terhadap masa depan demokrasi dan pembangunan Kota Makassar. (HL)