Rastranews.id, Toraja — Komedian Pandji Pragiwaksono akhirnya secara terbuka menyampaikan permintaan maaf kepada masyarakat Toraja atas pernyataannya dalam pertunjukan Mesakke Bangsaku tahun 2013, yang belakangan kembali menuai kritik dan kemarahan publik.
Melalui unggahan di akun media sosialnya, @pandji.pragiwaksono, Pandji menulis surat terbuka berjudul “Kepada Yang Terhormat Masyarakat Toraja”.
Dalam surat tersebut, Pandji mengaku telah menerima banyak protes dan membaca seluruh pesan serta surat keberatan dari masyarakat Toraja yang menilai candaan itu melecehkan adat dan budaya mereka.
Pandji menjelaskan bahwa dirinya telah berdialog dengan Sekjen Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Rukka Sombolinggi, yang juga merupakan tokoh masyarakat Toraja.
“Dari obrolan itu, saya menyadari bahwa joke yang saya buat memang ignorant, dan untuk itu saya ingin meminta maaf sebesar-besarnya kepada masyarakat Toraja yang tersinggung dan merasa dilukai,” tulis Pandji.
Ia menegaskan, percakapan tersebut membuka matanya terhadap kedalaman dan makna budaya Toraja, yang selama ini mungkin belum dipahami dengan cukup.
Pandji juga mengungkapkan bahwa saat ini terdapat dua proses hukum yang berjalan, yakni proses hukum negara karena adanya laporan ke kepolisian serta proses hukum adat.
Berdasarkan hasil pembicaraannya dengan Ibu Rukka, penyelesaian secara adat hanya dapat dilakukan di Toraja.
“Ibu Rukka bersedia menjadi fasilitator pertemuan antara saya dengan perwakilan dari 32 wilayah adat Toraja. Saya akan berusaha mengambil langkah itu,” tulisnya.
Namun, jika secara waktu tidak memungkinkan, Pandji menyatakan siap menjalani proses hukum negara yang berlaku.
Dalam pernyataannya, Pandji juga menyatakan berjanji akan menjadikan peristiwa ini sebagai pelajaran penting untuk menjadi pelawak yang lebih peka, cermat, dan peduli terhadap keberagaman.
“Saya akan belajar dari kejadian ini, dan menjadikannya momen untuk menjadi pelawak yang lebih baik,” tulisnya.
Ia juga berharap agar kasus ini tidak membuat para komika di Indonesia takut membicarakan isu keberagaman atau SARA, asalkan dilakukan dengan cara yang menghormati dan tidak merendahkan pihak mana pun.
“Yang penting bukan berhenti membicarakan SARA, tapi bagaimana membicarakannya tanpa merendahkan atau menjelek-jelekkan,” tegasnya. (MU)

