MAKASSAR, SULSEL — Ancaman penyakit kencing tikus alias leptospirosis di Sulawesi Selatan kembali menjadi sorotan. Setelah sebelumnya terdeteksi di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep), kini hasil terbaru menunjukkan penyebarannya mulai meluas ke Kabupaten Maros dan Pinrang.

Hal ini diungkapkan Yulce Rakang, Ketua Tim Kerja Surveilans Kesehatan, Faktor Risiko Penyakit dan Kejadian Luar Biasa Balai Laboratorium Kesehatan Masyarakat (Labkesmas) Makassar.

Ia menyebut, hasil pembedahan ginjal tikus yang dilakukan baru-baru ini di Kabupaten Maros menunjukkan hasil positif leptospira, bakteri penyebab leptospirosis.

“Untuk kasus di daerah lain memang belum ada laporan resmi. Tapi pembedahan ginjal tikus di Maros baru-baru ini hasilnya positif. Ini cukup mengkhawatirkan,” kata Yulce, Sabtu (2/8/2025) via WhatsApp.

Dan ternyata, Kabupaten Pinrang juga kembali menjadi perhatian karena riwayat temuan kasus sebelumnya. Pada tahun 2023, dari 25 sampel yang diperiksa di Pinrang, ditemukan 6 sampel positif leptospirosis. Sedangkan pada tahun 2024, dari 99 sampel yang diuji, terdapat penurunan kasus dengan hanya 2 sampel positif.

Melihat potensi penyebaran ini, Labkesmas Makassar menjadwalkan akan melakukan surveilans sentinel leptospirosis di Pinrang pada Agustus ini, dengan memeriksa spesimen dari manusia secara langsung. Program ini diharapkan bisa memberi gambaran jelas mengenai risiko penyebaran dan penularan antar manusia di wilayah tersebut.

“Insya Allah di bulan Agustus ini mulai berjalan, semoga tidak ada halangan. Fokusnya di Pinrang karena sebelumnya sempat ditemukan kasus positif,” jelas Yulce.

Menurutnya, masih ada kemungkinan daerah lain di Sulsel juga terdampak, mengingat habitat tikus sangat luas dan erat dengan lingkungan permukiman manusia, khususnya di daerah yang memiliki sanitasi buruk atau rawan banjir.

Leptospirosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Leptospira, yang umumnya menyebar melalui urin tikus yang mencemari air atau tanah. Penyakit ini dapat menyebabkan komplikasi serius, termasuk gagal ginjal, hepatitis, hingga kematian jika tidak ditangani dengan cepat.

Kepala Dinas Kesehatan Sulsel, Ishaq Iskandar, menegaskan bahwa penanganan kasus kematian akibat infeksi bakteri leptospira sudah ditangani bersama sejumlah pihak. “Kasusnya sudah ditangani bersama antara Dinkes Provinsi, Dinkes Pangkep, dan BBLK,” ujar Ishaq saat dihubungi Rastranews, Jumat (1/8/2025).

Namun, Ishaq menekankan bahwa keberhasilan pencegahan sangat bergantung pada peran masyarakat. “Kami harap agar masyarakat menjaga kebersihan rumah dan lingkungan agar tidak menjadi tempat sarang perindukan tikus,” imbaunya.

Sebelumnya, warga Desa Pittue dilaporkan meninggal dunia setelah terinfeksi leptospira, bakteri yang menyebar melalui urin tikus. Penyakit ini kembali mengancam kesehatan warga di wilayah tersebut, terutama karena aktivitas ekonomi setempat yang melibatkan penggunaan tali untuk budidaya rumput laut.

Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Sulsel, Yusri Yunus, menegaskan bahwa KLB secara teknis sudah berlalu, namun risiko penularan tetap ada. “Pencegahan dan pengendalian sudah dilakukan, tapi melawan leptospirosis tidak bisa dilakukan sektor kesehatan sendiri,” ujarnya.

Menurut Yusri, perlu keterlibatan serius dari lintas sektor. “Yang harus diperkuat adalah camat, kepala desa, pertanian, dan peternakan untuk sama-sama mengendalikan tikus sebagai sumber penyebaran, karena sektor kesehatan hanya menerima dampaknya,” tukasnya. (HL)