PANGKEP, SULSEL – Kasus penyakit leptospirosis atau yang orang kenal dengan kencing tikus kembali muncul di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep), Sulawesi Selatan. Setelah seorang warga Desa Pittue, Kecamatan Ma’rang, dilaporkan meninggal dunia akibat infeksi bakteri leptospira.
Balai Laboratorium Kesehatan Masyarakat (Labkesmas) Makassar bersama tim gabungan bergerak cepat melakukan penyelidikan epidemiologi dan surveilans Kejadian Luar Biasa (KLB). Kegiatan lapangan dilaksanakan 16–18 Juli 2025, dengan menyisir dua dusun yang menjadi lokasi aktivitas warga, yaitu Dusun Bontoe dan Dusun Gusunge.
Tim memasang 118 perangkap tikus untuk mengidentifikasi kemungkinan sumber penularan. Hasilnya, dari 12 tikus yang berhasil ditangkap dan diperiksa, tiga di antaranya positif mengandung bakteri leptospira pada ginjalnya.
Epidemiolog Kesehatan Madya Balai Labkesmas Makassar, Nuralim Ahzan, dalam presentasi hasil penyelidikan di Aula BLKM Makassar, menjelaskan telah melakukan respon cepat karena wilayah Pangkep memang secara historis telah menjadi daerah temuan kasus leptospirosis sejak 2023.
“Kasus tahun ini menyebabkan kematian, dan itu menjadi sinyal kuat bagi kami untuk melakukan intervensi. Apalagi berdasarkan pengamatan di lapangan, ada aktivitas budidaya rumput laut yang bisa memicu penularan,” jelas Nuralim.
Ia menyoroti aktivitas penanaman rumput laut yang menggunakan tali sebagai media tanam. Diduga tali tersebut dapat terkontaminasi oleh urin tikus pembawa bakteri leptospira. Saat warga melakukan kontak langsung dengan tali dalam kondisi luka terbuka di tangan, risiko tertular menjadi sangat tinggi, terutama bila tidak memperhatikan kebersihan.
Kepala Balai Labkesmas Makassar, Rustam, juga menegaskan pentingnya menyampaikan hasil surveilans ini kepada para pemangku kepentingan. Ia mendorong edukasi menyeluruh kepada masyarakat, terutama karena kasus positif muncul di musim kemarau, padahal penyakit ini biasanya meningkat saat musim hujan akibat genangan air.
“Ini harus segera ditindaklanjuti. Tahun demi tahun, kasus serupa terus muncul di Pangkep. Kami mempertimbangkan untuk melibatkan Labkesmas Tier-5 dan memperkuat koordinasi lintas sektor,” tegas Rustam.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Tim Kerja Surveilans Penyakit dan KLB, Yulce Rakkang, mengusulkan agar Pangkep dijadikan lokasi surveilans sentinel pada 2026. Menurutnya, daerah yang sudah pernah tercatat mengalami kasus menjadi kandidat kuat untuk program pemantauan intensif lanjutan.
Respon terhadap kasus ini melibatkan berbagai pihak, termasuk Dinas Kesehatan Kabupaten Pangkep, Babinsa Desa Pittue dari Kodim 1421/Pangkep, serta koordinasi virtual dengan Tim Kerja Zoonosis dari Ditjen P2P Kementerian Kesehatan RI dan tenaga medis dari RS Demak.
Dari hasil diskusi dan analisis lapangan, beberapa rekomendasi strategis disusun untuk menekan risiko penularan di masa mendatang. Di antaranya adalah penyimpanan alat-alat budidaya rumput laut di tempat yang aman dari jangkauan tikus, penanganan limbah agar tidak dekat dengan permukiman, serta peningkatan kebiasaan mencuci tangan setelah berkegiatan di luar rumah.
Meski penyakit ini kerap dianggap sepele, leptospirosis termasuk zoonosis serius yang dapat mematikan jika tidak ditangani secara cepat dan tepat.
Karenanya, masyarakat diimbau untuk lebih waspada, menjaga kebersihan lingkungan, serta segera berkonsultasi ke fasilitas kesehatan jika mengalami gejala seperti demam tinggi mendadak, nyeri otot, mual, atau mata merah, terutama setelah beraktivitas di lingkungan yang berisiko.