Rastranews.id, New York – Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali menyampaikan pidato yang kontroversial di hadapan Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ke-80, Selasa (23/9/2025).

Alih-alih menyerukan multilateralisme, Trump menggunakan forum dunia itu untuk memamerkan pencapaian luar negerinya sambil melancarkan kritik pedas terhadap efektivitas PBB dalam menjaga perdamaian global.

Dalam pidatonya, Trump dengan lantang menyatakan bahwa dalam tujuh bulan terakhir, pemerintahannya berhasil mengakhiri tujuh perang panjang di berbagai belahan dunia.

Konflik-konflik yang disebutnya telah diselesaikan mencakup perseteruan di Kamboja-Thailand, Kosovo-Serbia, Kongo-Rwanda, India-Pakistan, hingga Armenia-Azerbaijan.

“Saya mengakhiri tujuh perang. Dalam semua kasus, perang itu berkecamuk dengan ribuan orang yang tak terhitung jumlahnya terbunuh. Tidak ada presiden atau perdana menteri, apalagi negara lain, yang pernah melakukan sesuatu yang mendekati itu,” klaim Trump, dengan nada penuh keyakinan.

Ia pun tak segan menyindir PBB yang menurutnya “bahkan tidak mencoba membantu” dalam menyelesaikan konflik-konflik tersebut. “Sayang sekali saya harus melakukan hal-hal ini, alih-alih Perserikatan Bangsa-Bangsa,” ujarnya, menyiratkan ketidakefektifan lembaga dunia itu.

Tidak hanya soal perdamaian, Trump juga menonjolkan capaian di bidang ekonomi. Ia menyebutkan sejumlah negara yang telah menjalin kesepakatan dagang baru dengan AS, yang ia klaim sebagai “bersejarah”.

Dalam daftar panjang itu, Indonesia disebut secara eksplisit bersama dengan negara-negara mitra utama AS seperti Inggris, Uni Eropa, Jepang, dan Korea Selatan, serta negara-negara Asia Tenggara lainnya seperti Vietnam, Filipina, dan Malaysia.

“Pemerintahan saya telah menegosiasikan satu demi satu kesepakatan perdagangan bersejarah, termasuk dengan Indonesia,” tegas Trump.

Penyebutan Indonesia sebagai mitra dalam kesepakatan yang digadang-gadang “bersejarah” ini tentu menjadi perhatian penting bagi para pemangku kepentingan di dalam negeri.

Klaim Trump ini diperkirakan akan memicu analisis lebih lanjut mengenai dampak nyata kesepakatan dagang tersebut terhadap perekonomian Indonesia.

Namun, pidato Trump kali ini, seperti biasa, sarat dengan klaim yang belum tentu sepenuhnya diverifikasi oleh fakta di lapangan. (HL)