Rastranews.id, Palu – Polda Sulteng menggelar simulasi penanggulangan bencana alam dan pengamanan aksi unjuk rasa berskala besar di Kota Palu, Kamis (11/12/2025).
Latihan terpadu yang melibatkan ratusan personel dari berbagai instansi ini digelar sebagai upaya meningkatkan kesiapsiagaan daerah dalam menghadapi potensi bencana maupun dinamika sosial yang bisa terjadi sewaktu-waktu.
Kegiatan tersebut dipimpin langsung Wakapolda Sulteng, Brigjen Pol Helmi Kwarta Kusuma Putra Rauf, dan turut disaksikan unsur Forkopimda serta pejabat utama Polda Sulteng. Seluruh rangkaian simulasi dirancang menyerupai kondisi nyata di lapangan, mulai dari situasi bencana hingga eskalasi aksi unjuk rasa.
Sebanyak 597 personel diterjunkan. Mereka berasal dari Satbrimob, Ditsamapta, Ditlantas, Polresta Palu, serta jajaran staf Polda Sulteng. Selain aparat kepolisian, latihan ini juga melibatkan TNI, BMKG, BPBD, Basarnas, Dinas Kesehatan, Damkar, PMI, Satpol PP, Dishub, dan berbagai elemen pemerintah daerah.
Para peserta menjalani berbagai skenario penanganan darurat, seperti evakuasi korban, penanganan medis cepat, rekayasa arus lalu lintas, hingga pengamanan situasi saat aksi unjuk rasa berlangsung. Kerja sama lintas instansi menjadi fokus utama untuk memastikan respons cepat dan terkoordinasi dalam kondisi kritis.
Dalam amanat Kapolda yang dibacakan Wakapolda, Brigjen Helmi menegaskan bahwa Sulawesi Tengah merupakan wilayah dengan tingkat kerawanan bencana dan dinamika sosial yang tinggi.
Karena itu, kata dia, kesiapsiagaan dan sinergi antarinstansi menjadi hal mutlak agar seluruh unsur mampu bergerak cepat saat terjadi keadaan darurat.
“Latihan ini bukan seremoni. Ini adalah kesempatan bagi kita untuk mengevaluasi mekanisme komando, alur komunikasi, dan prosedur penanganan darurat,” tegas Brigjen Helmi.
Jebolan Akpol 1993 ini meminta seluruh peserta mengikuti rangkaian kegiatan dengan disiplin dan keseriusan penuh.
Helmi juga menyoroti pentingnya peningkatan kemampuan personel, kesiapan peralatan, dan sistem deteksi dini. Ia mengingatkan bahwa Sulawesi Tengah memiliki pengalaman terjadinya penjarahan pascabencana, sehingga penguatan antisipasi harus menjadi fokus.

