PANGKEP, SULSEL – Setelah ditetapkannya Kejadian Luar Biasa (KLB) leptospirosis di Desa Pittue, Kecamatan Ma’rang, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep), Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan memastikan bahwa penanganan dan langkah antisipasi terus dilakukan secara kolaboratif dan lintas sektor.

Kepala Dinas Kesehatan Sulsel, Ishaq Iskandar, menegaskan bahwa penanganan kasus kematian akibat infeksi bakteri leptospira sudah ditangani bersama sejumlah pihak. “Kasusnya sudah ditangani bersama antara Dinkes Provinsi, Dinkes Pangkep, dan BBLK,” ujar Ishaq saat dihubungi Rastranews, Jumat (1/8/2025).

Namun, Ishaq menekankan bahwa keberhasilan pencegahan sangat bergantung pada peran masyarakat. “Kami harap agar masyarakat menjaga kebersihan rumah dan lingkungan agar tidak menjadi tempat sarang perindukan tikus,” imbaunya.

Sebelumnya, warga Desa Pittue dilaporkan meninggal dunia setelah terinfeksi leptospira, bakteri yang menyebar melalui urin tikus. Penyakit ini kembali mengancam kesehatan warga di wilayah tersebut, terutama karena aktivitas ekonomi setempat yang melibatkan penggunaan tali untuk budidaya rumput laut.

Berdasarkan penyelidikan epidemiologi oleh Balai Laboratorium Kesehatan Masyarakat (Labkesmas) Makassar, ditemukan potensi besar penularan melalui tali-tali media tanam rumput laut di Dusun Bontoe dan Gusunge. Tikus yang terinfeksi diduga mengencingi tali tersebut, dan saat warga bersentuhan dengan luka terbuka, risiko penularan meningkat.

“Penelusuran dilakukan pada 16–18 Juli 2025, dan dari 118 perangkap tikus yang dipasang, ditemukan 12 ekor. Tiga di antaranya positif leptospira pada ginjalnya,” ungkap Epidemiolog Madya Labkesmas, Nuralim Ahzan, dalam presentasinya di Makassar.

Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Sulsel, Yusri Yunus, menegaskan bahwa KLB secara teknis sudah berlalu, namun risiko penularan tetap ada. “Pencegahan dan pengendalian sudah dilakukan, tapi melawan leptospirosis tidak bisa dilakukan sektor kesehatan sendiri,” ujarnya.

Menurut Yusri, perlu keterlibatan serius dari lintas sektor. “Yang harus diperkuat adalah camat, kepala desa, pertanian, dan peternakan untuk sama-sama mengendalikan tikus sebagai sumber penyebaran, karena sektor kesehatan hanya menerima dampaknya,” tambahnya.

Langkah cepat juga dilakukan oleh Labkesmas Makassar dengan menyampaikan hasil surveilans kepada pemangku kepentingan dan merekomendasikan edukasi menyeluruh ke masyarakat.

Kepala Balai Labkesmas, Rustam, mengungkap bahwa pihaknya sedang mempertimbangkan untuk memperluas dukungan melalui Labkesmas Tier-5 dan menjadikan Pangkep sebagai lokasi surveilans sentinel pada 2026.

“Kami melihat kasus ini sebagai sinyal kuat. Munculnya kasus kematian di musim kemarau menunjukkan bahwa risiko leptospirosis tak bisa dianggap musiman,” ujarnya.

Rekomendasi strategis juga disusun untuk mencegah penularan ke depan, seperti penyimpanan alat budidaya rumput laut di tempat aman dari tikus, pengelolaan limbah lebih baik, dan peningkatan kebiasaan mencuci tangan setelah aktivitas di luar rumah.

Meski sering dianggap penyakit sepele, leptospirosis adalah zoonosis serius yang bisa berakibat fatal jika tak ditangani cepat. Masyarakat diimbau segera memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan jika mengalami demam tinggi mendadak, nyeri otot, mual, atau mata merah, apalagi setelah beraktivitas di area berisiko.