Menurutnya, stadion Untia ini dirancang dengan sistem pencahayaan modern di atas 2000 lux, panel surya sebagai energi terbarukan, hingga Video Assistant Referee (VAR). Akses menuju stadion juga mudah dijangkau dari pusat kota melalui tol dalam waktu 30–45 menit.

Video Assistant Referee, adalah teknologi yang digunakan untuk membantu wasit mengambil keputusan lebih akurat selama pertandingan. Sistem ini melibatkan tim wasit tambahan yang memantau video langsung dari ruang kontrol.

“Pemerintah kota bahkan merancang kawasan stadion sebagai sport and entertainment district yang bebas kendaraan pribadi. Shuttle bus akan disiapkan untuk menjamin aksesibilitas inklusif dan ramah lingkungan,” tuturnya.

Lanjut dia, dengan estimasi investasi mencapai Rp453 miliar, stadion ini dirancang melalui skema public-private partnership dengan pendekatan Build-Operate and Transfer (BOT).

Ini merupakan Pemanfaatan Barang Milik Negara/Daerah berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana serta fasilitasnya.

Kontrak konsesi dirancang selama 30 tahun, dengan Internal Rate of Return (IRR) sebesar 13,7% berdasarkan skenario optimistis.

Dimana IRR adalah sebuah metrik yang digunakan dalam analisis finansial untuk memperkirakan potensi keuntungan dalam sebuah aset investasi.

Munafri juga menegaskan potensi besar dari komersialisasi stadion. Mulai dari penjualan hak penamaan (naming rights) yang diperkirakan mencapai Rp70–80 miliar per lima tahun, hingga ruang iklan digital dan pengelolaan kawasan UMKM dan parkiran.

“Stadion ini bukan sekadar bangunan, tapi mesin ekonomi. Ini akan membuka ribuan lapangan kerja, meningkatkan PAD, mendorong UMKM, dan memperkuat identitas Makassar sebagai rumah PSM,” tegas Munafri.

Sehingga Appi menekankan bahwa stadion ini adalah trigger bagi terbentuknya kawasan ekonomi baru di Makassar bagian utara. Dengan posisi yang dekat dengan kawasan pesisir.