MAKASSAR, SULSEL – Sejumlah warga asal Mallawa, Kabupaten Maros dan sejumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS), mendatangi Markas Kepolisian Resor Kota Besar (Mapolrestabes) Makassar, Jl Ahmad Yani, Makassar, Senin (4/8/2025) sore.
Mereka mendatangi kantor penegak hukum tersebut, untuk melaporkan dugaan penipuan yang dialaminya dari biro perjalanan umrah, PT Cahaya Mulia Ilahi.
Rohani (55), salah satu korban travel tersebut, mengaku 12 orang keluarganya ikut jadi korban. Ia merasa tertipu dan diperas serta penahanan dokumen paspor tanpa hak.
Rohani mengatakan, owner itu mengaku atas nama Hj. Ainun, namun sebenarnya atas nama Nursing. Owner juga memberikan dokumen yang berisi peryataan tanpa membacakan dan menjelaskan serta tidak memberikan salinan dokumen tersebut.
“Kami telah melakukan laporan ke Kantor Kemenag, Imigrasi Makassar dan di Polrestabes Makassar hari ini,” ucap Rohani, saat datang melapor di Mapolrestabes Makassar, Senin (4/8/2025) sore.
Laporan itu dilayangkan lantaran pihak travel diduga menahan paspor milik para calon jemaah dan meminta tebusan sebesar Rp5 juta per orang agar bisa dikembalikan.
“Kami ini awalnya dijanjikan hanya bayar Rp5 juta sudah bisa berangkat. Sisanya, Rp30 juta bisa dicicil dan sebagian cash,” beber Rohani.
Namun, janji tinggal janji. Setelah sebagian jemaah melakukan pelunasan, komunikasi dengan pihak travel justru semakin berbelit.
“Saat kami mau pelunasan, tiba-tiba diarahkan ke pihak bank. Padahal tidak pernah dibicarakan sebelumnya. Kami kira itu sudah final,” keluhnya.
Lebih lanjut, ia mengaku telah berupaya menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan, namun tidak membuahkan hasil. Bahkan, beberapa kali diberi janji palsu.
“Kami dijanji surat pengambilan paspor tanggal 9 Juli. Tapi saat kami datang, kantornya tutup. Katanya ke luar daerah, hapenya juga tidak aktif. Padahal logikanya, sekarang jarang ada hape yang benar-benar tidak aktif,” tegasnya.
Tak hanya itu, ia menyebut sempat mendapat tekanan dari pihak travel.
Ia diancam kalau paspor katanya sudah terdaftar di tiket pesawat.
Tapi waktu diminta bukti tiket, tidak bisa ditunjukkan. Ancaman lainnya, terkait jarak hotel saat berada di Tanah Suci.
“Katanya siapa cepat bayar, dia dekat hotelnya. Yang lambat, jauh hotelnya. Kami jemaah merasa tidak adil. Buat apa lanjut kalau seperti ini,” ucapnya kecewa.
Kata Rohani, pihak travel sempat meminta pelunasan sisa Rp42 juta jika ingin paspor dikembalikan. Ia juga mempertanyakan logika pernyataan tersebut.
“Kenapa paspor kami jadi seolah mau disalahgunakan? Kalau sekadar ke Australia atau ke mana, itu kan hak kami. Kecuali kalau ada penyalahgunaan paspor,” tandasnya.
Selain itu, ia juga menyinggung biaya vaksin yang dibebankan kepada para jemaah.
“Vaksinnya dipaksa, dan harganya jauh di atas harga normal. Vaksin pertama Rp450 ribu, kedua Rp350 ribu. Sementara di luar bisa Rp200 ribu,” ujarnya.
Secara total, kerugian yang ditanggung oleh 12 orang keluarganya mencapai puluhan juta rupiah. Termasuk uang muka Rp18 juta dan biaya vaksin sekitar Rp850 ribu per orang.
Iming-iming yang dijanjikan travel juga disebut tidak sesuai kenyataan. Termasuk soal promosi satu orang gratis jika berhasil membawa sepuluh jemaah.
“Saya ajak sampai 20 orang supaya kakak saya bisa gratis. Tapi ternyata tidak ada keberangkatan. Malah saya disuruh bayar Rp10 juta lagi,” sesalnya.
Puncaknya, Rohani mengaku sangat kecewa lantaran orang yang pertama kali menghubungkan keluarganya dengan pihak travel adalah tantenya sendiri.
“Kami percaya karena keluarga. Tapi ternyata bukan niat baik yang kami dapat. Saya laporkan tiga orang, tante saya, dan dua orang dari travel itu,” kuncinya.
Hingga berita ini diturunkan, pihak Kepolisian belum memberikan keterangannya mengenai tindak lanjut laporan tersebut. (AR)