Rastranews.id, Makassar – Realisasi belanja infrastruktur Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan (Pemprov Sulsel) di akhir triwulan 2025 tersendat parah, dengan penyerapan di beberapa dinas kunci bahkan di bawah 7 persen.
Pengamat menyoroti lambatnya tender dan keterlambatan dokumen perencanaan sebagai biang keladi, yang dikhawatirkan akan menggerus pertumbuhan ekonomi daerah.
Dari total pagu belanja daerah Rp9,6 triliun dalam APBD 2025, realisasi hingga September baru mencapai Rp5 triliun atau sekitar 52 persen. Kondisi terparah terjadi pada proyek-proyek infrastruktur dasar.
Dinas Bina Marga dan Bina Konstruksi, misalnya, hanya menyerap Rp40 miliar dari anggaran Rp592 miliar (6,84 persen).
Sementara Dinas Sumber Daya Air, Cipta Karya, dan Tata Ruang baru merealisasikan Rp52 miliar dari Rp341 miliar (15,24 persen).
Pengamat Kebijakan Publik Universitas Hasanuddin (Unhas), Prof. Sangkala, mendiagnosis persoalan mendasar ini berawal dari hilangnya ritme antara masa politik dan kerja birokrasi.
“Itu sebenarnya persoalan dasar. Salah satunya karena strategi RPJMD memang terlambat. RPJMD-nya baru selesai mungkin bulan lalu. Itu seharusnya segera diterjemahkan ke dalam dokumen turunan lainnya,” tegas Prof. Sangkala, Selasa (14/10/2025).
Ia menjelaskan, perbedaan waktu antara masa politik dan masa kerja birokrasi menimbulkan kesulitan dalam menentukan prioritas program.
Situasi ini semakin diperberat dengan kebijakan pemerintah pusat yang memangkas Transfer ke Daerah (TKD).
“Dengan adanya kebijakan pemerintahan baru yang memotong TKD, tentu membuat situasinya semakin sulit. Jadi memang persoalannya ada pada perencanaan yang dilematis, antara prioritas politik dan kebutuhan riil pembangunan,” tambahnya.
Guru Besar Ilmu Administrasi Publik ini juga menyoroti perlunya sinergi yang lebih solid antara eksekutif dan legislatif di daerah.
Menurutnya, “pokok-pokok pikiran” (pokir) dari DPRD sering kali menjadi persoalan tersendiri dalam menyinkronkan janji politik dengan anggaran yang terbatas.
Prof. Sangkala mengingatkan, jika tidak segera diantisipasi, hambatan ini berpotensi memundurkan pembangunan dan berdampak negatif pada pergerakan ekonomi Sulsel.
Ia menyarankan agar pemda lebih selektif memilih proyek yang berdampak langsung dan bersifat padat karya.
“Pemilihan jenis infrastruktur harus betul-betul dipikirkan yang bisa menggerakkan ekonomi daerah. Bisa lewat proyek padat karya agar menyerap tenaga kerja, bukan padat modal yang hanya menguntungkan segelintir pihak,” tutupnya. (HL)