Rastranews.id, Makassar – Jaringan Komunikasi Masyarakat Lingkar Tambang (JKMLT), mendesak PT Vale Indonesia segera memenuhi tiga tuntutan utama masyarakat terdampak tumpahan minyak Marine Fuel Oil (MFO), di Desa Lioka dan Timampu, Kecamatan Towuti, Luwu Timur, Sulawesi Selatan.
Pertama, masyarakat meminta pengadaan air bersih yang layak setelah sumber air sungai dan irigasi mereka tak lagi bisa digunakan akibat tercemar. Dimana air yang biasa digunakan oleh masyarakat itu kini disebut mengandung sulfur yang melewati ambang batas.
“Sawah-sawah sudah menghitam, dan air sungai tak bisa lagi digunakan. Ini bukan sekadar kerusakan, ini bencana ekologis,” ujar Hamrullah dari JKMLT, Jumat (24/10/2025).
Tuntutan kedua adalah uji laboratorium air oleh tim independen yang tidak dibiayai PT Vale, karena warga menilai hasil uji sebelumnya diragukan objektivitasnya.
“Selama ini memang tim independen didatangkan, tapi dia (PT Vale) yang bayar,” tegas Hamrullah.
Tuntutan ketiga, masyarakat meminta program pemulihan ekonomi bagi petani dan nelayan yang kehilangan mata pencaharian akibat pencemaran. JKMLT menekankan bahwa pemulihan tidak cukup berupa kompensasi jangka pendek.
“Para nelayan, petani yang punya sawah, mata rantainya terputus. Pemulihan harus dirumuskan bersama warga, bahwa ini 10 tahun baru bisa produktif lagi atau bagaimana,” kata Hamrullah.
Hamrullah juga menyinggung janji pembayaran kompensasi yang disebut belum direalisasikan sepenuhnya, meski sebelumnya Bupati dan DPRD menyatakan bakal dituntaskan pada November mendatang.
Ia mengungkapkan, sudah genap 59 hari sejak terjadinya kebocoran pipa minyak milik PT Vale Indonesia. Selama hampir dua bulan lebih in, masyarakat harus hidup dalam situasi yang tidak pasti. Air sungai yang dahulu menjadi sumber kehidupan kini berubah menjadi aliran minyak pekat yang menghancurkan ekosistem.
Peristiwa ini telah menyebabkan tercemarnya sungai, danau, serta sawah-sawah masyarakat. Akibatnya, aktivitas pertanian terhenti, nelayan kehilangan hasil tangkapan, dan mata pencaharian warga terputus total.
“Sawah-sawah tidak lagi bisa diolah. Para nelayan tak lagi mudah menangkap ikan. Sementara di sisi lain, mereka masih sibuk menjalankan aktivitas pertambangan tanpa menunjukkan tanggung jawab atas kerusakan yang mereka timbulkan,” tegas Hamrullah.
Sementara itu, Senior Coordinator Media Relations PT Vale Indonesia Tbk, Suwarny Dammar dikonfirmasi, belum merespons hingga berita ini diterbitkan.(JY)

