“Menurut saya, lima tahun dengan kebijakan begini. Jangan kasih banyak dana ke daerah, supaya kepala daerah berpikir. Kalau mau jadi kepala daerah untuk apa? Sehingga nanti bisa masuk orang-orang yang berkualitas, yang tidak punya modal besar tapi cerdas,” katanya.

Meski demikian, ia tak menampik bahwa masyarakat di daerah akan merasakan dampak langsung dari pengurangan dana transfer ini.
Namun di sisi lain, situasi tersebut bisa memaksa pemerintah daerah lebih selektif dalam menentukan program prioritas.

“Satu sisi memang yang dirugikan masyarakat, tapi sisi baiknya daerah dipaksa berinovasi. Selama ini banyak program tidak tepat sasaran. Dengan anggaran terbatas, pemerintah daerah harus lebih teliti menentukan program apa yang benar-benar dibutuhkan masyarakat,” jelasnya.

Guru Besar FISIP Unhas ini pun berharap kebijakan pemangkasan dana transfer ini tidak hanya dipandang sebagai beban fiskal, tetapi juga sebagai momentum membangun kemandirian daerah.

“Saya justru berharap kebijakan ini berlangsung agak lama, supaya minat orang menjadi kepala daerah benar-benar karena ingin membangun, bukan karena melihat peluang ekonomi,” tutupnya.

Sebelumnya dikabarkan ada 17 Gubernur yang menghadap kepada Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa. Mereka menyatakan keberatan atas rencana pemotongan anggaran daerah.

Dalam pertemuan Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) bersama Menkeu di Kantor Kementerian Keuangan RI, Jakarta, Gubernur Sulsel Andi Sudirman menyampaikan sejumlah masukan strategis untuk memperkuat efektivitas penyaluran dana pusat ke daerah.

Ia menekankan pentingnya pemerataan pembangunan, terutama pada sektor pendidikan dan infrastruktur jalan di wilayah yang masih tertinggal.