SINJAI, SULSEL — Kabupaten Sinjai resmi memperpanjang status tanggap darurat bencana hidrometeorologi hingga 15 Juli 2025. Keputusan ini tertuang dalam Keputusan Bupati Sinjai Nomor 419 Tahun 2025, menyusul eskalasi bencana yang melanda hampir seluruh wilayah kabupaten.
Sinjai menjadi salah satu wilayah terdampak paling parah di Sulawesi Selatan. Kabupaten ini dikepung oleh serangkaian bencana, mulai dari angin puting beliung, tanah longsor hingga banjir yang meluas.
Angin puting beliung dilaporkan menerjang Pulau Burung Lohe, Desa Pulau Buhung Pitue, Kecamatan Pulau Sembilan, menyebabkan kerusakan signifikan pada pemukiman warga.
Sementara itu, hujan deras yang mengguyur selama beberapa hari terakhir memicu longsor besar di Desa Gantareng, Kecamatan Sinjai Tengah. Longsor tersebut memutus akses Jalan Poros Sinjai–Malino, yang menjadi jalur utama penghubung antarwilayah.
Selain itu, banjir merendam sejumlah kecamatan, seperti Sinjai Utara, Sinjai Timur, dan Sinjai Selatan. Di Kecamatan Sinjai Utara, air merendam pemukiman warga di Kelurahan Balangnipa, Bongki, Lappa, dan Biringere. Kondisi serupa terjadi di Desa Panaikan (Sinjai Timur) dan Desa Puncak (Sinjai Selatan).
Kepala BPBD Sinjai, Budiaman, mengatakan bahwa wilayah terdampak mencakup Kecamatan Sinjai Tengah, Sinjai Selatan, Sinjai Barat, Borong, dan Bulupoddo. “Sebanyak dua orang mengalami luka berat dalam kejadian ini. Sekretaris Daerah bersama tim BPBD dan instansi terkait telah turun langsung melakukan penanganan dan evakuasi,” ungkapnya.
Penanganan bencana terus dilakukan, termasuk pengerahan alat berat untuk membuka akses wilayah terisolasi akibat longsor. Pemerintah daerah pun menetapkan perpanjangan status tanggap darurat guna mengoptimalkan penanganan hingga pertengahan Juli.
Tidak hanya Sinjai, bencana hidrometeorologi juga melanda beberapa kabupaten lain di Sulawesi Selatan. Di Bantaeng, sebanyak 1.295 kepala keluarga (KK) terdampak banjir yang merusak rumah, tanggul sungai, jalan, dan lahan pertanian warga.
Sementara di Bulukumba, banjir bandang menghantam Kecamatan Ujung Bulu, Ujung Loe, Gantarang, dan Bulukumpa, akibat meluapnya sungai setelah hujan deras, dengan jumlah korban terdampak mencapai 1.950 KK.
Di Kabupaten Bone, sembilan kecamatan turut terdampak, yakni Palakka, Mare, Ponre, Awangpone, Tonra, Kahu, Ulaweng, Tanete Riattang Timur, dan Patimpeng. Data sementara mencatat 500 KK dan 500 unit rumah terdampak, termasuk tiga jembatan dan satu bendungan yang rusak.
Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari, mengimbau pemerintah daerah dan masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan. Ia menekankan pentingnya kesiapsiagaan masyarakat terutama yang tinggal di daerah rawan bencana.
“Jika hujan lebat mengguyur lebih dari satu jam dan disertai perubahan warna air sungai atau suara gemuruh dari lereng, segera mengungsi ke tempat yang lebih aman. Ikuti arahan petugas, dan hindari informasi yang tidak jelas sumbernya,” tegasnya, Minggu (6/7/2025).
Situasi ini menjadi peringatan serius akan meningkatnya intensitas bencana hidrometeorologi akibat perubahan iklim, dan mendesak perlunya penguatan sistem mitigasi dan evakuasi di daerah-daerah rawan.