Rastranews.id, Jakarta – Indeks kepercayaan konsumen mengalami penurunan pada September 2025, didorong oleh melemahnya persepsi terhadap kondisi ekonomi dan lapangan kerja saat ini.

Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) melaporkan bahwa Indeks Menabung Konsumen (IMK) pada September 2025 turun tipis 1,6 poin ke level 77,3.

Penurunan ini sejalan dengan pelemahan Indeks Intensitas Menabung (IIM), yang anjlok 3,6 poin ke level 67,1.

Fakta menarik terungkap dari data intensitas menabung. Proporsi masyarakat yang merasa jumlah tabungannya lebih kecil dari rencana melonjak dari 47,5 persen (Agustus) menjadi 54,4 persen (September).

Namun, di saat bersamaan, jumlah responden yang menyatakan tidak pernah menabung justru berkurang, turun dari 32,0 persen menjadi 30,3 persen.

Di balik pelemahan intensitas, optimisme untuk menabung ke depan justru menguat. Indeks Waktu Menabung (IWM) naik 0,4 poin menjadi 87,4.

Persentase konsumen yang menilai saat ini adalah waktu tepat untuk menabung meningkat menjadi 26,1 persen dari sebelumnya 24,5 persen.

Bahkan, keyakinan bahwa tiga bulan ke depan adalah waktu yang lebih baik untuk menabung juga melonjak signifikan menjadi 35,8 persen dari 31,6 persen.

“Perkembangan ini mencerminkan intensitas menabung konsumen yang melandai seiring dengan meningkatnya pengeluaran rumah tangga untuk pendidikan pada tahun akademik baru. Meski demikian, niat menabung konsumen masih terjaga, baik untuk saat ini maupun tiga bulan ke depan,” jelas Direktur Group Riset LPS, Seto Wardono, di Jakarta, Kamis (2/10/2025).

Sementara itu, Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK) LPS tercatat di level 90,5 pada September 2025, turun 3,5 poin dari bulan sebelumnya.

Pelemahan ini terutama dipicu oleh merosotnya Indeks Situasi Saat Ini (ISSI) sebesar 5,4 poin ke level 65,8, yang merefleksikan pesimisme konsumen terhadap kondisi ekonomi lokal dan lapangan kerja.

Meski demikian, optimisme terhadap masa depan masih bertahan, tercermin dari Indeks Ekspektasi (IE) yang tetap berada di zona optimis (di atas 100), meski turun 2,0 poin ke level 109,0.

“Konsumen menghadapi kenaikan harga sembako dan kondisi lapangan kerja yang sulit, sehingga berkontribusi pada penurunan IKK. Selain itu, penurunan IKK juga dipengaruhi oleh faktor lain, seperti kegagalan panen dan harga pupuk yang mahal. Cuaca ekstrem yang masih melanda sejumlah wilayah menyebabkan kekhawatiran akan risiko kegagalan panen,” papar Seto.

Analisis berdasarkan pendapatan menunjukkan pola yang beragam. Kelompok berpendapatan menengah (Rp1,5 juta – Rp3 juta) mengalami kontraksi IMK terdalam, turun 6,1 poin. Sementara itu, kelompok berpendapatan rendah (kurang dari Rp1,5 juta) justru mencatatkan lonjakan IMK terbesar, naik 21,8 poin secara bulanan.

Untuk IKK, hanya kelompok rumah tangga berpendapatan di atas Rp7 juta per bulan yang masih bertahan di zona optimis (level di atas 100), meski juga mengalami penurunan. (HL)