Pertama, keterjangkauan dan inklusivitas, dimana aplikasi ini dibuat agar dapat digunakan oleh seluruh lapisan masyarakat, termasuk mereka yang belum terbiasa dengan teknologi digital.
Kedua, kecepatan yakni memotong rantai antrean layanan publik yang selama ini menjadi keluhan warga.
“Dan ketiga, kemudahan, kami anggap menyederhanakan prosedur yang biasanya panjang, seperti pengurusan KTP, KK, atau akta kelahiran. Kini bisa lebih muda dan cepat,” jelasnya.

Program awalnya dilakukan berbasis riset, melayani 7 segmen pengguna. Dimana, konsep Lontara+ dilakukan melalui riset mendalam, FGD, dan survei publik. Hasil riset memetakan tujuh tipe pengguna utama.
“Diantaranya, segmen pelajar/mahasiswa (the adaptive learner), segmen tenaga pendidik (the effecient educator), segmen Ibu rumah tangga (the hands-on the homemaker),
Segmen Karyawan swasta (the task-oriented worker),” tuturnya.
“Ada juga segemen freelancer (the flekxible achiever), segmen wiswasta (the resilient entrepreneur), Lansia/non-digital user (determined elder),” tambah Dara Nasution.
Dikatakan, setiap segmen memiliki kebutuhan prioritas yang kemudian diakomodasi dalam aplikasi, mulai dari administrasi kependudukan, pendidikan, bantuan sosial, layanan kesehatan, perizinan usaha, informasi lowongan kerja, hingga fitur tanggap darurat dan pengaduan infrastruktur, hingga penjualan tiket stadion.
Adapun fitur untuk warga, data untuk pemerintah. Selain memudahkan masyarakat, Lontara+ juga dirancang untuk membantu ASN dan SKPD dalam memantau data layanan publik secara real time.
Informasi seperti jumlah permohonan, jenis layanan paling banyak digunakan, hingga estimasi waktu penyelesaian akan tersedia untuk mendukung pengambilan kebijakan berbasis data.