Erna, salah seorang Penyuluh UPTD KPH Pemprov Sulsel yang juga tergabung dalam proyek ini mengatakan, kedua jenis pohon tersebut memiliki karakteristik paling mendekati dari jenis kayu kiri yang dibawa dari Jepang.

“Untuk sengon sendiri potensinya cukup besar di Hutan Rakyat. Sedangkan yang balsa masih perlu kita dorong produksinya,” ujarnya.

Erna menyebut, pihak Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Pemprov Sulsel sangat mendukung proyek ini. Bagaimanapun, kata dia, masyarakat memang sudah harus beralih ke model budidaya yang ramah lingkungan.

“Makanya kita mau berkolaborasi. Karena hutan punya potensi yang bisa dimanfaatkan untuk menyelamatkan laut dari sampah plastik,” cetusnya.

Perwakilan dari Macca Institute, Abdul Rahman mengatakan, penggunaan pelampung botol plastik adalah masalah yang sangat serius di tengah masyarakat pembudidya rumput laut karena hanya dapat digunakan 1 hingga 2 kali siklus budidaya.

Khusus di wilayah Kabupaten Sinjai, Kepulauan Sembilan saja, kata dia, botol yang digunakan sebagai pelampung bisa mencapai 1 juta dan semuanya akan berakhir menjadi sampah.

“Kenapa begitu? Karena kita melihat langsung botol-botol itu benar-benar ditinggalkan, bahkan memang sengaja dibuang ke laut,” ujarnya.

“Berdasarkan hal itu, MACCA Institute akhirnya terlibat dalam proyek ini dengan tujuan ingin mewujudkan blue ekonomi di tengah masyarakat,” pungkasnya.

Selain keingian-keinginan tersebut, proyek juga menjajaki model agroforestri bersama UPTD KPH Tangka DLH Pemprov Sulsel, Kawasan Madaya, MACCA Institute, serta pemerintah desa di Arabika dan Bontosalama.

“Tujuannya adalah mengembangkan sistem pasokan kayu yang berkelanjutan sambil meningkatkan nilai tambah hasil pertanian seperti kopi, kakao, dan lainnya,” kata perwakilan dari Kawasan Madaya, Ramli Usman, menambahkan.

Sementara itu, Peneliti Kelautan dan Perikanan Unhas, Ir. Andi Amri, mengatakan pihaknya melihat budidaya rumput laut adalah mata pencaharian terbesar masyarakat di pesisir dan termasuk yang menopang perekonomian Sulsel.

“Makanya yang berkaitan dengan sampah plastik di laut adalah masalah yang krusial harus diselesaikan. Untuk itu kami dari Unhas khususnya Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, terlibat dalam proyek ini,” ujarnya.

Dalam prosesnya, semua yang terlibat telah melakukan berbagai hal, mulai dari study hingga menggelar seminar. Begitupun mendengar banyak masukan dari praktisi yang ada di lapangan.

“Kami dari Unhas memang ada MoU untuk proyek ini dan selanjutnya berharap dapat dukungan penuh dari Pemprov Sulsel karena kami melihat proyek ini sangat baik, apalagi sudah ada uji lapangan kalau kayu bisa gantikan plampung plastik,” tuturnya.

Uji lapangan penggunaan Mori-Umi Float oleh nelayan di Kepulauan Sembilan, Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan.

Pemprov Sulsel Dukung Penuh

Tidak hanya DLH Pemprov Sulsel. Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Pemprov Sulsel juga sangat antusias dan ingin mendukung proyek pelampung kayu untuk budidaya rumput laut bisa berhasil.