Rastranews.id, Makassar — Memperingati Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Sedunia yang jatuh pada 10 Desember, Partai Buruh Exco Sulsel menyatakan sikap yang menyoroti beragam persoalan ketidakadilan yang dianggap masih dialami kelompok buruh, petani, nelayan, kaum miskin kota, perempuan, anak-anak, hingga kelompok rentan lainnya.

Ketua Partai Buruh Exco Sulsel, Akhmad Rianto, menilai bahwa momentum Hari HAM harus menjadi pengingat bahwa negara belum hadir secara penuh dalam memberikan perlindungan yang setara kepada seluruh warga.

“Pelanggaran terhadap HAM terus terjadi, khususnya pada kaum buruh yang masih hidup dalam penindasan dengan upah murah dan sistem outsourcing yang merupakan bentuk perbudakan modern,” ujarnya.

Rianto juga menyoroti kondisi petani yang disebut makin terpuruk akibat tingginya harga bibit, pupuk, dan pestisida. Di sisi lain, harga jual gabah tidak beranjak naik sehingga tidak menutup biaya produksi.

“Perampasan tanah petani dan banjirnya impor membuat petani kita semakin miskin. Negara belum menunjukkan keberpihakan yang nyata,” kata dia.

Ia menambahkan bahwa tindakan represif negara terhadap demonstran pada 28 Agustus 2025 serta praktik pemberangusan organisasi buruh di pabrik-pabrik menunjukkan masih sempitnya ruang kebebasan berpendapat dan berserikat.

“Pelanggaran terhadap kebebasan berserikat justru didiamkan aparat penegak hukum dan pemerintah lebih memilih berpihak kepada pengusaha,” ucap Rianto.

Di sektor kelautan dan pelabuhan, Partai Buruh Exco Sulsel mengecam praktik monopoli organisasi di Pelabuhan Utama Makassar. Menurut Rianto, hal ini membatasi kesempatan kelompok buruh untuk membangun koperasi dan mengelola sumber-sumber produktif.

“Pelabuhan adalah wajah kemajuan daerah. Seharusnya semua anak bangsa diberi ruang untuk berusaha, bukan dimonopoli kelompok tertentu,” tegasnya.

Isu lingkungan juga masuk dalam sorotan. Partai Buruh menilai pengrusakan hutan, DAS, mangrove, serta buruknya tata kelola ruang di perkotaan berpotensi memicu bencana ekologis. Selain itu, belum disahkannya kenaikan upah 2026 dianggap sebagai bentuk pengingkaran pemerintah atas data resmi yang mereka keluarkan sendiri.

“Putusan Mahkamah Konstitusi sudah sangat jelas bahwa kenaikan upah mengacu pada pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu. Dengan data pemerintah, kenaikan seharusnya berada di angka 8,5–10,5 persen. Mengapa itu tidak dijalankan?” tanya Rianto.

Pernyataan ini diteken sejumlah elemen pekerja dan masyarakat sipil yang berafiliasi dengan Partai Buruh, termasuk KPBI, FSPMI, KSPI, GSBN, Forum Warga, Jarnas Indonesia, dan berbagai struktur Exco di kabupaten/kota.

“Hari HAM bukan untuk seremonial, tetapi untuk memastikan negara menjalankan mandat konstitusi: melindungi seluruh rakyatnya tanpa kecuali,” tutup Rianto.

Adapun dalam pernyataan sikap resminya, Partai Buruh Exco Sulsel menegaskan delapan tuntutan utama:

1. Kenaikan upah tahun 2026 sebesar 8,5%–10,5%.

2. Pembebasan tahanan politik (tapol) aksi Agustus 2025.

3. Revisi UU Pemilu dan UU Partai Politik.

4. Penghentian pengrusakan lingkungan.

5. Penolakan monopoli usaha dan larangan berserikat di Pelabuhan Utama Makassar.

6. Penghapusan outsourcing dan penolakan upah murah.

7. Pengesahan RUU Pekerja Rumah Tangga.

8. Penghentian perampasan tanah rakyat. (MU)