Rastranews.id, Makassar – Aksi peringatan Hari Papua Barat Merdeka yang digelar di Makassar pada Senin (1/12) kembali menegaskan satu tuntutan utama, hak menentukan nasib sendiri bagi rakyat Papua.

‎Massa aksi memberikan penegasan terkait akar persoalan di Papua dan kritik terhadap pendekatan negara yang dinilai terus represif.

‎Penanggung jawab aksi, Andreas (23), menyatakan bahwa tuntutan yang dibawa massa hari ini merupakan refleksi kritis atas panjangnya penindasan terhadap rakyat Papua.

Ia menilai negara tidak pernah menyelesaikan masalah substansial di Papua.

‎“Terkait tuntutan hari ini, ini refleksi kritis terhadap kondisi penindasan yang dialami oleh rakyat Papua, yang negara buta untuk menyelesaikan masalah-masalah substansi di tanah Papua itu sendiri,” ujarnya.

‎Ia menyebut aksi ini juga merupakan bentuk peringatan atas deklarasi kemerdekaan Papua yang menurutnya dianeksasi melalui Trikora.

‎“Hari ini kami menuntut, memperingati deklarasi kemerdekaan bangsa Papua yang dianeksasi oleh Indonesia, oleh Soekarno tahun 1963 melalui Trikora,” kata Andreas.

‎Menurutnya, satu tuntutan utama massa hari ini, yakni hak menentukan nasib sendiri.

‎“Selama Indonesia tidak menyentuh akar persoalan yang terjadi di atas tanah Papua, yang pendekatannya represif aparatur negara, senjata dan penjara, kami akan terus menuntut. Dan kami menuntut hanya satu: berikan hak menentukan diri sebagai jalan solusi demokratis,” tegasnya.

‎Andreas juga mengkritik pendekatan pembangunan yang dianggap tidak menyentuh akar masalah.

‎“Bagaimana mungkin kita mau hidup bahagia kalau bangunannya dibangun sementara orangnya dibunuh. Orangnya jadi pengungsi di mana-mana, ruang hidupnya digusur, dieksploitasi,” ujarnya lagi.

‎Ia mengatakan gerakan di Makassar ini membawa suara yang tidak dapat disampaikan secara bebas di Papua.

‎“Ruang untuk menyampaikan aspirasi politik rakyat Papua itu dibungkam di Papua. Jadi kami representasikan apa yang diinginkan oleh rakyat Papua,” jelasnya.

‎Andreas menegaskan bahwa aksi yang mereka lakukan bersifat damai dan terkonsolidasi.

Ia menyerukan agar negara membuka akses jurnalis asing ke Papua sebagai bagian dari transparansi dan akuntabilitas. (MA)