MAKASSAR, SULSEL – LBH Apik Sulawesi Selatan mendesak Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) Universitas Negeri Makassar (UNM) untuk bekerja lebih maksimal dan independen dalam menangani kasus dugaan pelecehan seksual yang melibatkan Rektor UNM, Prof. Karta Jayadi.
Rosmiati Sain, dari Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia Untuk Keadilan (LBH Apik) Sulsel menegaskan bahwa akar persoalan kekerasan seksual di kampus sering kali berpangkal pada relasi kuasa yang timpang.
“Pelaku, yang umumnya memiliki posisi strategis seperti dosen, senior, atau pimpinan kampus, memanfaatkan ketergantungan korban dalam hal akademik, kelulusan, atau bahkan karier. Ini yang membuat korban sering memilih diam,” tegas Rosmiati, Minggu (24/8/2025).

Dewan Pengawas Nasional Solidaritas Perempuan ini menyatakan apresiasi tinggi terhadap korban yang berani bersuara, karena langkah tersebut tidak hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga mewakili banyak korban lain yang masih tertekan oleh rasa takut dan ketidakberdayaan.
Meski kampus telah membentuk Satgas PPKS sebagai amanat Permendikbudristek, Rosmiati menilai implementasinya masih lemah.
Padahal Satgas itu ada untuk melakukan upaya pencegahan dan menangani situasi tersebut dengan mengedepankan hak-hak korban dan tidak menyalahkan korban (memiliki perspektif korban).
Namun menurutnya kehadiran satgas PPKS di perguruan tinggi belum efektif karena belum maksimal berfungsi sesuai dengan Amanah Permendikbudristek sehinggaperlu dukungan Perguruan Tinggi dan pihak terkait disekitarnya.
“Banyak Satgas PPKS yang belum beroperasi secara optimal. Mereka harus paham UU TPKS dan Permendikbudristek No. 55 Tahun 2024, serta berani mengambil tindakan tanpa dikendalikan oleh konflik kepentingan atau upaya menjaga reputasi kampus,” ujarnya.
Rosmiati menekankan, kekerasan seksual harus diselesaikan melalui proses hukum yang transparan dan berkeadilan. Satgas PPKS wajib memprioritaskan perlindungan terhadap korban, termasuk memberikan pendampingan hukum, medis, dan psikososial sesuai yang dijamin undang-undang.
“Jika Satgas PPKS di UNM tidak mampu menangani karena adanya konflik kepentingan, segera rujuk kasus ini kepada lembaga layanan terkait atau penegak hukum. Kekerasan seksual tidak boleh diselesaikan secara internal atau dengan cara mediasi yang mengabaikan hak korban,” tegasnya.
Lebih lanjut, Rosmiati mendorong agar seluruh perguruan tinggi segera meningkatkan kapasitas dan independensi Satgas PPKS, memastikan bahwa setiap laporan kekerasan seksual ditangani secara cepat, adil, dan dengan perspektif korban.
Kalau tidak bisa menangani secara maksimal dan tidak terjadi konflik kepentingan, silahkan merujuk ke Lembaga layanan yang terdekat, karena kekerasan seksual tidak boleh diselesaikan diluar proses hukum. “Jadi Satgas harus siap secara SDM untuk implementasi,” lanjutnya
Ia berpesan untuk penanganan Kekersasan Seksual silahkan berpedoman pada UU TPKS yang didalamnya termuat hak-hak korban yang harus dilindungi dan dipenuhi, karena kita ini adalah negara hukum yang harus menjalankan UU/kebiajakan yang ada.
Sementara itu, Satgas PPKS UNM yang dihubungi tidak merespon sama sekali terkait kasus yang melibatkan desen dan rektor tersebut. (HL)