Rastranews.id, Jakarta – Indikasi dugaan rasuah pada proyek kereta cepat Jakarta-Bandung, Whoosh sedang diusut KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Proses pengusutan saat ini sedang pada tahap penyelidikan.

“Saat ini sudah pada tahap penyelidikan,” ungkap pelaksana tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu kepada wartawan, seperti dikutip Holopis.com, Senin (27/10/2025).

Namun, Asep saat ini belum dapat merinci lebih lanjut mengenai hal tersebut. Mengingat proses pengusutan dugaan rausah tersebut bersifat rahasia dan tertutup.

Terpisah, Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menyebut penyelidikan dugaan rasuah ini sudah dilaksanakan sejak awal tahun 2025. Penyelidikan hingga kini masih dilakukan.

“Penyelidikan perkara ini sudah dimulai sejak awal tahun. Jadi memang ini masih terus berprogres dalam proses penyelidikan,” ujar Budi di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, penyelidikan ini terkait sejumlah proses terkait pengadaan Whoosh bukan hanya penggelembungan anggaran atau mark-up. Salah satunya adalah terkait dengan pengadaan tanah.

Disinggung hal itu, Budi belum mau menjelaskannya. Yang jelas, kata Budi, penyelidik sedang mencari bukti dan keterangan untuk menemukan peristiwa pidana.

“Itu masuk ke materi penyelidikan sehingga kami belum bisa menyampaikan materi substansi dari perkara ini. Karena memang masih di tahap penyelidikan, informasi detil terkait dengan progres atau perkembangan perkaranya, belum bisa kami sampaikan secara rinci. Oleh karena itu, KPK juga terus mengimbau kepada masyarakat siapapun yang memiliki informasi ataupun data yang terkait dengan hal tersebut, bisa menyampaikan kepada KPK,” ucap Budi.

Salah satu upaya menggali informasi dengan meminta keterangan sejumlah pihak.

Namun, Budi enggan merinci siapa saja pihak yang telah dimintai keterangan.

“Sejauh ini tidak ada kendala. Jadi memang penyelidikan masih terus berprogres. Berikan ruang, berikan waktu pada proses penegakan hukum yang sedang berjalan di KPK ini supaya prosesnya bisa betul-betul firm untuk menemukan dalam pencarian terkait dengan informasi ataupun keterangan-keterangan yang dibutuhkan oleh tim,” tutur Budi.

Diketahui, Whoosh melayani rute Jakarta-Bandung dengan panjang rute 142,3 kilometer dengan waktu tempuh sekitar 30–45 menit dan beroperasi sejak Oktober 2023 setelah diresmikan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi).

Proyek ini merupakan kerja sama antara pemerintah Indonesia dengan Tiongkok.

Nilai proyeknya saat itu hanya ditargetkan 5,13 miliar dolar Amerika Serikat atau sekitar Rp 82,08 triliun.

Namun, angka ini membengkak sebesar 1,2 miliar dolar Amerika Serikat menjadi 7,27 miliar dolar Amerika atau setara Rp 115 triliun dengan asumsi kurs dolar Amerika Serikat Rp16 ribu.

Dugaan rasuah pada proyek ini sebelumnya sempat disinggung oleh eks Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD.

Melalui kanal YouTube-nya, Mahfud MD menyebut ada perbedaan biaya pembangunan kereta cepat per kilometer secara signifikan.

Di mana hitungan yang dikeluarkan oleh perusahaan penyedia di China berbeda dengan versi Indonesia.

“Dugaan mark up-nya gini. Menurut pihak Indonesia, biaya per 1 km kereta Whoosh itu 52 juta US dolar. Tapi di Cina sendiri hitungannya 17 sampai 18 US dolar. Naik tiga kali lipat kan,” ungkap Mahfud dalam video tersebut.

Dugaan tersebut disampaikan Mahfud terkait dengan beban utang proyek Whoosh yang mencapai Rp 4 triliun pada 2025.

Menurut Mahfud, beban utang tersebut terjadi karena perubahan skema pembiayaan dari tawaran Jepang dengan bunga 0,1 persen ke Cina dengan bunga awal 2 persen yang kemudian naik menjadi 3,4 persen akibat pembengkakan biaya (overrun).

Meski begitu biaya pembangunan Whoosh per kilometer sebesar Rp 780 miliar dinilai lebih murah dibandingkan proyek MRT Jakarta yang mencapai Rp 1,1 triliun per kilometer.

Mahfud dalam keteranganya mendukung dilakukan penyelidikan dugaan mark-up.

Mahfud juga mendukung sikap Menteri Keuangan Purbaya yang tak mau menanggung utang Whoosh dengan APBN. Selain itu, Mahfud meminta pemerintah mengambil kebijakan progresif agar beban utang tidak semakin bertambah.