“Hal ini menunjukan demand masyarakat terhadap produk kosmetik tanpa izin edar BPOM dan mengandung bahan berbahaya masih tinggi, utamanya produk dengan klaim pemutih,” lanjutnya.

Dia menambahkan, tingginya peminat produk kosmetik yang memberikan efek instan memutihkan kulit seringkali dimanfaatkan “pelaku usaha nakal” dengan menambahkan berbahaya seperti merkuri, hidrokuinon, dan asam retinoat.

Penambahan bahan berbahaya ini berdampak terjadinya gangguan kulit, seperti iritasi, radang, bahkan kanker kulit.

“Dalam jangka panjang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan pada hati dan ginjal kita. Kosmetik dengan kandungan bahan berbahaya dapat mengakibatkan kecacatan pada janin jika digunakan pada ibu hamil,” terang Yosef

“Harus dirubah stigma bahwa cantik itu harus putih, mau hitam, coklat, atau kuning yang penting kulit kita sehat, literasi ini yang harus disampaikan kepada masyarakat,” lanjutnya.

Dalam upaya deteksi dini peredaran Obat dan Makanan ilegal (tanpa izin edar, mengandung bahan berbahaya dan bahan kimia obat) secara daring, BBPOM Mataram rutin melakukan Patroli Siber (Cyber Patrol).

Sampai dengan September 2025 telah dilakukan usulan takedown terhadap 550 link di wilayah kerja BBPOM Mataram, di mana 70% link tersebut menjual kosmetik yang tidak sesuai ketentuan

“Untuk memutus mata rantai supply and demand produk Obat dan Makanan ilegal, sampai dengan September 2025 kami telah melakukan edukasi terhadap 8.968 orang orang,” tutur Yosef.

Badan POM menerapkan prinsip ultimum remedium, namun jika terus berulang kali melakukan pelanggaran dan membahayakan kesehatan masyarakat, akan tindak tegas.

“Pelaku usaha nakal dapat dikenakan sanksi sesuai pasal 435 jo Pasal 138 ayat (2) UU No 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, yaitu pidana penjara paling lama 12 tahun atau denda paling banyak 5 miliar rupiah,” tegas Yosef

Kepala BBPOM di Makassar juga menyampaikan tantangan pengawasan terkait Anti Mikrobial Resistance (AMR) atau Resistensi Anti Mikroba.

Salah satu penyebab AMR adalah mudahnya masyarkat memperoleh antibiotik tanpa resep dokter.

“Berdasarkan pengawasan yang kami lakukan, Sulawesi Selatan termasuk wilayah yang tinggi angka penyerahan antibiotic tanpa resep dokter, menyentuh 90%,” terang Yosef.

“Dampak AMR sangat luar biasa mulai infeksi menjadi sulit sembuh, biaya rumah sakit meningkat karena semakin lama dirawat, bahkan bisa mengakibatkan kematian jika semua jenis antibiotik tidak lagi mempan membunuh mikroba penyebab infeksi karena sudah resisten,” sambung Yosef

Sebagai upaya eredikasi penyerahan antibiotik tanpa resep dokter, bersama dengan Dinas Kesehatan kami rencananya mendorong penerbitan Surat Edaran Gubernur, Bupati dan Wali kota.

“Jangan lupa senantiasa Cek KLIK (Cek kemasan, Cek Label, Cek Izin Edar dan Cek Kedaluarsa) dan download BPOM Mobile, sangat besar manfaatnya, informasi Obat dan Makanan dalam Genggaman,” pungkas Yosef. []