Rastranews.id, Jakarta – Koalisi Cek Fakta mengingatkan publik untuk tidak mudah menyebarkan informasi yang tidak terverifikasi dan berpotensi memicu ketakutan.
Peringatan ini disampaikan menyusul maraknya konten dan pemberitaan yang menyebut aksi protes akhir Agustus 2025 di Indonesia didalangi oleh pihak asing, seperti George Soros dan National Endowment for Democracy (NED).
Berdasarkan investigasi Koalisi, klaim tersebut bersumber dari laporan propaganda Rusia yang ditulis oleh Angelo Giuliano dan diterbitkan oleh media Rusia, Sputnik, pada 31 Agustus 2025.
Artikel berjudul “Soros, NED Could Be Behind Indonesian Protes” itu menyebut adanya indikasi pengaruh eksternal, salah satunya dengan menggunakan simbol bendera One Piece yang dikibarkan jelang peringatan kemerdekaan Indonesia.
“Giuliano menduga adanya keterlibatan Soros melalui Open Society Foundations dan NED yang disebut mendanai media di Indonesia. Namun, klaim ini tidak disertai bukti yang dapat diverifikasi,” jelas Wahyu Dhyatmika, perwakilan Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), dalam rilis resmi Koalisi Cek Fakta, yang diterima Rabu (3/9/2025).
Narasi yang menyudutkan pihak asing sebagai dalang protes massa bukanlah hal baru. Menurut Whitney Phillips, Assistant Professor of Digital Platforms and Media Ethics di University of Oregon, pola semacam ini sering dimainkan oleh pemerintah Rusia untuk mendelegitimasi gerakan oposisi.
“Mereka menggunakan istilah ‘colour revolution’ untuk menggambarkan gerakan massa sebagai hasil intervensi asing. Narasi serupa juga digunakan untuk menstigma LSM, media, dan aktivis yang kritis terhadap pemerintah,” ujar Phillips, yang juga peneliti disinformasi global.
Koalisi Cek Fakta mencatat, setidaknya terdapat 20 ragam misinformasi dan disinformasi yang beredar sejak aksi protes 25 Agustus 2025.
Informasi palsu tersebut tidak hanya terkait isu dalang asing, tetapi juga menyebarkan ketakutan seperti larangan keluar malam, penembak jitu, pembatasan penarikan uang di bank, hingga penjarahan.
“Kami mendapati banyak informasi yang sengaja dirancang untuk memanipulasi emosi publik. Misalnya, klaim bahwa gedung-gedung dibakar atau kantor polisi diserang, yang ternyata tidak terbukti,” tambah Septiaji Eko Nugroho dari Masyarakat Antifitnah Indonesia (Mafindo).
Merespons hal ini, Koalisi Cek Fakta mengimbau masyarakat dan media untuk bersikap skeptis dan kritis terhadap informasi yang tidak jelas sumbernya atau berbasis klaim tanpa bukti.
Juga menghindari pengamplifikasian propaganda dan disinformasi yang dapat memperkeruh ekosistem informasi.
“Jurnalis harus mematuhi Kode Etik Jurnalistik dengan melakukan verifikasi dan tidak menyebarkan informasi yang belum terkonfirmasi,” tegas Bayu Wardhana dari Sekjen Aliansi Jurnalis Independen (AJI).(HL)