Rastranews.id, Makassar – Ketua Komisi II DPR RI, Muhammad Rifqinizamy Karsayuda, menegaskan perlunya perbaikan sistem pemilu di Indonesia.
Hal itu disampaikannya saat memberikan kuliah umum bertema penguatan pengawasan partisipatif di Fakultas Ushuluddin UIN Alauddin Makassar, Kamis (4/11).
Rifqinizamy menilai ketidakpuasan publik terhadap kinerja wakil rakyat yang berujung demonstrasi di berbagai kantor DPR menjadi indikator adanya masalah pada sistem pemilihan.
“Kami adalah produk dari mesin yang bernama Pemilu. Jika kami dianggap tidak baik, berarti mesin yang mencetak kami perlu diperbaiki,” tegasnya.
Ia memetakan tiga persoalan utama dalam regulasi pemilu. Yaitu tumpang tindih aturan (conflict of norm), aturan multitafsir (vague of norm), dan kekosongan hukum (absence of norm).
Untuk menjawab persoalan tersebut, Komisi II DPR RI mengusulkan Omnibus Law Pemilu, yang akan mengkodifikasi regulasi secara komprehensif, mulai dari partai politik, Pilpres, Pileg, Pilkada hingga penyelesaian sengketa pemilu.
Tak hanya regulasi, Rifqinizamy menekankan pentingnya keterlibatan masyarakat sebagai bagian penting dari “mesin” pemilu. Ia menyampaikan inisiasi bersama Bawaslu untuk mendorong Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik.
“Kami siapkan anggarannya untuk desa percontohan pengawasan partisipatif, dua tahun sebelum Pemilu,” jelasnya.
Program ini akan diwujudkan melalui MoU antara Bawaslu, UIN, dan kampus-kampus lain untuk mendukung peningkatan kualitas Pemilu 2029.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Bawaslu Sulsel, Mardiana Rusli, mengajak anak muda untuk aktif terlibat bukan hanya sebagai pemilih kritis, tetapi juga sebagai penyelenggara adhoc.
“Kami ingin anak muda menjadi bagian dari keluarga besar Bawaslu sebagai calon penyelenggara,” tegasnya.
Bawaslu Sulsel saat ini terus menggelar kegiatan serupa di berbagai kampus, termasuk pelatihan hukum paralegal untuk memperkuat kapasitas generasi muda dalam pengawasan pemilu dan persiapan menghadapi kompetisi debat yang akan digelar Bawaslu. (MU)

