JAKARTA – Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Abdul Muhari menanggapi banyaknya pertanyaan yang masuk terkait sibuknya semua stakeholder dalam mengantisipasi ancaman tsunami pasca-gempa dahsyat bermagnitudo 8,7 di pesisir timur Kamchatka, Rusia, Rabu (30/7/2025) pagi.
Ia lalu menulis sebuah artikel singkat berjudul : “Kenapa sih kita harus “ribut” kalau tsunami nya “hanya” kecil dari 50cm??”
Muhari lalu menuliskan penjelasannya. “Yuk kita bahas ya, jadi gelombang tsunami itu kalau diumpamakan kaya rangkaian gerbong kereta api yang panjang”. Tsunami lintas samudra seperti tsunami Kamchatka ini bisa memiliki panjang gelombang hingga 250 km.
Nah, ketika gerbong paling depan itu “menabrak” daratan, maka rangkaian gerbong berikutnya ga serta merta berhenti, rangkaian gerbong ini akan terus mendesak ke depan saling tabrak sehingga terjadi amplifikasi (peningkatan) tinggi gelombang, dan energi tsunami.
Ketika rangakaian gelombang tsunami ini masuk ke topografi teluk (misalnya) energi gelombang dari rangkaian gerbong di belakang akan terus mendesak masuk sehingga akan ada osilasi massa air di dalam teluk, yang akan menambah tinggi gelombang secara signifikan.
Lihat animasi diatas ya, itu adalah rekonstruksi dari tsunami yang masuk ke Teluk Youtefa (Jayapura) pada saat tsunami Jepang bulan Maret 2011 lalu. Tsunami yang terdeteksi di stasiun pasang surut Jayapura hanya memiliki amplitudo gelombang ~50cm, akan tetapi karena osilasi dalam teluk seperti di animasi model numerik diatas Gelombang kemudian teramplifikasi dan naik ke daratan (inundasi) dengan tinggi hingga 2.25 m, dan memakan korban jiwa meninggal 1 orang!
Jadi 50 cm tsunami pun bisa membunuh lho ya, jangan dianggap enteng..lebih baik menghindar sampai peringatan dini tsunami dicabut oleh BMKG ya.
Oiya, analisis diatas bukan halu atau pendapat biasa aja lho ya, analisa di atas itu bisa dibaca pada paper saya di link berikut: https://doi.org/10.1093/gji/ggt175 😇