Rastranews.id, Makassar – Polemik hibah lahan 75 hektare di Desa Rampoang, Kecamatan Tanalili, Luwu Utara, kepada Kodam XIV/Hasanuddin kembali mendapat sorotan dari anggota DPRD Sulsel.
Legislator dari Fraksi Gerindra, Marjono, menilai proses pemindahtanganan aset daerah itu tidak sesuai mekanisme karena tidak pernah dibahas bersama DPR.
Marjono mengatakan bahwa pengalihan barang milik daerah, apalagi berupa tanah, wajib mendapatkan persetujuan DPR sebagaimana diatur dalam beberapa Peraturan Pemerintah.
“Artinya, kalau menurut PP 19, PP 27, PP 28, pemindahtanganan barang milik daerah itu harus mendapat persetujuan DPR, apalagi itu berupa tanah. Tetapi ini kelihatannya tidak pernah dibicarakan,” ujarnya, Kamis (11/12/2025).
Ia menilai Pemprov Sulsel seharusnya membentuk tim kajian sebelum memutuskan hibah lahan kepada Kodam XIV/Hasanuddin.
Tim tersebut, kata dia, semestinya mampu mendeteksi lebih awal potensi konflik di lapangan.
“Mestinya itu sejak awal sudah diketahui oleh tim yang mengkaji. Karena kasihan, rakyat berbenturan dengan TNI. Padahal kita sudah sepakat bahwa tidak ada rakyat menolak keberadaan TNI di sana, malah kita bersyukur,” tegas Marjono.
Menurutnya, masalah muncul karena lokasi yang dipilih justru berada di area yang bersinggungan dengan warga dan kebun sawit yang telah lama dikelola masyarakat.
Legislator dari Dapil Luwu Raya ini menyampaikan bahwa solusi terbaik adalah mencari titik lokasi lain di dalam area 500 hektare tersebut yang tidak menimbulkan ekses sosial.
“Solusi paling efektif sebenarnya adalah dicarikan saja lokasi yang aman untuk markas TNI. Bahkan menurut saya, tadi yang di depan jauh lebih bagus,” ujarnya.
Ia menekankan bahwa pembangunan Markas Batalyon 872 tidak boleh terhambat, namun pemerintah harus memastikan pemilihan lokasi tidak memicu benturan antara warga dan aparat.
“Karena ini untuk markas tentara. Kalau soal area yang bersengketa dengan masyarakat, itu nanti diselesaikan pelan-pelan dengan tidak menghambat program pemerintah,” kata Marjono.
Politisi Gerindra itu juga mengingatkan bahwa masih tersedia sekitar 500 hektare lahan di wilayah tersebut yang dapat dipertimbangkan.
“Lebih bagus carikan tempat yang lebih aman. Kan 500 hektare tanah di situ,” tambahnya.
Polemik hibah lahan Rampoang sebelumnya mengemuka setelah warga menolak titik koordinat yang ditetapkan Pemprov Sulsel karena dianggap mengenai lahan yang telah ditempati dan dikuasai turun-temurun. (MA)

