Rastranews.id, Makassar – Ekspektasi bahwa bank sentral Amerika Serikat (The Fed) akan memangkas suku bunga dalam waktu dekat memicu harga emas dunia mencetak rekor tertinggi baru dengan menyentuh level US$3.595 per troy ounce.

Hal ini menjadi angin segar bagi sektor pertambangan emas di Indonesia.

Equity Analyst PT Indo Premier Sekuritas (IPOT), Imam Gunadi, mengatakan bahwa kondisi ini diperkirakan membawa dampak positif bagi pasar domestik, dengan potensi meningkatnya aliran modal asing masuk ke Indonesia.

“Sektor emas dan saham-saham yang membutuhkan modal besar menjadi perhatian utama karena diproyeksikan paling diuntungkan dari kebijakan pelonggaran moneter tersebut,” katanya pada Senin (8/9/2025).

Di pasar global, emas menjadi instrumen yang paling diminati sebagai aset safe haven.

Penguatan harga didorong oleh beberapa faktor, termasuk risiko kebijakan tarif Donald Trump, isu independensi The Fed, dan melemahnya data ketenagakerjaan AS.

Data tenaga kerja AS (NFP) untuk Agustus hanya mencatat penambahan 22 ribu pekerja, jauh di bawah ekspektasi pasar yang memperkirakan 75 ribu.

Tingkat pengangguran juga naik menjadi 4,3%, level tertinggi sejak 2021.

Melemahnya data tersebut meningkatkan probabilitas pemotongan suku bunga The Fed pada September menjadi 89% untuk pemotongan 25 basis points (bps), dan bahkan ada peluang 11% untuk pemotongan sebesar 50 bps.

Bagi Indonesia, kondisi ini dinilai konstruktif. Peluang penurunan suku bunga AS dapat memperluas ruang bagi masuknya modal asing ke pasar emerging markets, termasuk Indonesia.

Minggu ini, pasar akan menyoroti data inflasi (CPI) AS yang diperkirakan sebesar 2,9% dan data inflasi China yang diprediksi mengalami deflasi -0,2%.

Selain itu, kenaikan yield obligasi Jepang (JGB) tenor 30 tahun juga menambah lapisan risiko global karena berpotensi membalikkan arus modal keluar dari pasar emerging market.

Imam Gunadi, memproyeksikan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) minggu ini akan bervariasi dengan kecenderungan menguat.

“Support level berada di 7.680 dan resistance di 8.000. Katalis utama datang dari ekspektasi pelonggaran moneter The Fed, yang ditopang oleh inflasi domestik yang terkendali dan momentum perbaikan sektor manufaktur” jelasnya.

Proyeksi ini muncul setelah IHSG mengalami tekanan pekan lalu yang banyak dipicu faktor politik domestik, ditandai dengan koreksi intraday lebih dari 3,5% dan outflow modal asing lebih dari Rp 2 triliun.

Namun, fundamental makroekonomi domestik tetap solid. Inflasi Agustus tercatat 2,31% yoy, masih dalam rentang target Bank Indonesia, dan Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur kembali ke area ekspansif (51,5) setelah empat bulan terkontraksi, menandakan awal pemulihan aktivitas produksi. (MA)