Karena dalam kasus tersebut, berdasarkan laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tidak ditemukan adanya kerugian negara.

“Padahal, audit ini menjadi syarat mutlak dalam menentukan adanya kerugian keuangan negara yang menjadi salah satu syarat dari pemenuhan dua alat bukti yang dipersyaratkan dalam Pasal 184 KUHAP jo. Putusan MKRI 21/PUU-XII/2014,” kata kuasa hukum Nadiem, Dodi Suhartono Abdulkadir dalam keterangan resmi, Senin 29 September 2025.

Alasan berikutnya, BPKP dan inspektorat telah melakukan audit Program Bantuan Peralatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) 2020-2022.

Dari audit itu, tidak ditemukan indikasi kerugian keuangan negara akibat perbuatan melawan hukum oleh Nadiem.

Hasil ini diperkuat dengan Laporan Keuangan Kemendikbud Ristek 2019-2022 yang memberikan status/opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).

Alasan ketiga, lanjutnya, penetapan tersangka dianggap cacat hukum karena dilakukan tanpa minimal dua bukti permulaan yang disertai pemeriksaan calon tersangka sebagaimana disyaratkan Pasal 184 KUHAP jo. Putusan MK No. 21/PUU-XII/2014.

“Surat penetapan tersangka terhadap Nadiem dikeluarkan pada tanggal yang bersamaan dengan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) yaitu tanggal 4 September 2025,” jelas Dodi.

Alasan Hakim Tolak Praperadilan Nadiem

Dalam sidang pembacaan putusan perkara gugatan praperadilan Nadiem, hakim tungga I Ketut Darpawan menjelaskan, bahwa berdasarkan pemeriksaan dan fakta-fakta persidangan, ditemukan bahwa penetapan tersangka oleh tim penyidik dari Kejaksaan Agung sah secara hukum.

Di mana terdapat alat bukti yang sah, seperti, pemeriksaan saksi, ahli, kerugian keuangan negara yang janggal, serta mengenai pemeriksaan Nadiem dalam perkara ini.

“Hakim Praperadilan berpendapat penyidikan yang dilakukan oleh termohon untuk mengumpulkan bukti-bukti agar menjadi terang tindak pidana guna menemukan tersangka sudah dilaksanakan berdasarkan prosedur hukum acara pidana, karenanya sah menurut hukum,” ucap I Ketut Darpawan. (MA)