MAKASSAR, SULSEL – Suasana Museum Kota Makassar pada Jumat (15/8/2025) pagi terasa berbeda. Dari kejauhan, derap langkah para pemuda adat menyambut pengunjung, sementara di halaman museum, perempuan berbalut baju bodo putih membawa lilin menyala.

Prosesi Mappasili, ritual penyucian diri khas Bugis-Makassar, pun dimulai. Air suci dipercikkan ke arah hadirin, seolah menyingkirkan segala bala sebelum perayaan budaya dimulai.

Setelahnya, gema doa Songka Balak menggema. Ratusan orang larut dalam lantunan doa bersama untuk keselamatan kota. Di tengah hiruk pikuk Makassar yang modern, momen ini menghadirkan keteduhan dan rasa persaudaraan. Beberapa pengunjung tampak menundukkan kepala, hanyut dalam suasana sakral yang jarang ditemui di pusat kota.

Siang menjelang, suasana berubah meriah. Karnaval budaya mengambil alih halaman museum. Komunitas seni, siswa sekolah, hingga paguyuban tampil beriringan. Mereka mengenakan beragam busana adat Nusantara, dari Bali, Bugis-Makassar, hingga Jawa.

Sejumlah peserta asal Jawa bahkan mempersembahkan tarian tradisional lengkap dengan gamelan yang mengiringi langkah mereka. Perpaduan itu menambah semarak, membuat Museum Kota Makassar seakan menjelma menjadi panggung mini Indonesia.

Sore hingga malam hari, festival berlanjut dengan Barzanji yang khusyuk. Lantunan syair pujian kepada Nabi Muhammad SAW menggema di dalam aula museum, bersahutan dengan suara hadirin yang ikut melantunkan doa.

Seusai itu, pengunjung diajak menelusuri koleksi museum lewat program Museum at Night. Dengan cahaya lampu temaram, benda-benda bersejarah seperti bola meriam peninggalan Kerajaan Gowa, naskah kuno, hingga kain tradisional tampak lebih hidup, seolah menceritakan kisah masa lalu Makassar.

Wali Kota Makassar, Munafri Arifuddin, hadir mengenakan jas tutup adat Bugis-Makassar. Dalam sambutannya, ia menegaskan pentingnya menjaga budaya sebagai identitas. “Festival ini bukan sekadar seremoni. Budaya harus kita hadirkan dalam kehidupan sehari-hari, karena di situlah kekuatan kita sebagai orang Makassar,” ucapnya.

Festival Bulan Budaya 2025 di Museum Kota Makassar akhirnya menjadi ruang perjumpaan antara masa lalu dan masa kini. Sehari penuh, masyarakat menyaksikan bagaimana ritual, doa, seni, dan sejarah berpadu dalam satu perayaan.

Dari prosesi sakral hingga parade meriah, festival ini mengingatkan bahwa selama ada yang merawat, tradisi Makassar akan terus hidup, melintasi zaman. (HL)