MAKASSAR, SULSEL — Kementerian Agama (Kemenag) menginformasikan bahwa fenomena astronomi Istiwa A‘zam atau Rashdul Kiblat akan kembali terjadi pada 15 dan 16 Juli 2025, yang bertepatan dengan 19 dan 20 Muharram 1447 Hijriah. Fenomena ini menjadi momen penting karena saat itu, matahari akan tepat berada di atas Ka’bah pada pukul 16.27 WIB atau 17.27 WITA.

Fenomena ini memberikan kesempatan bagi umat Islam di berbagai penjuru dunia, termasuk Indonesia, untuk menentukan atau mengkalibrasi ulang arah kiblat secara mandiri dan sangat akurat. Ketika matahari berada tepat di atas Ka’bah, semua benda yang berdiri tegak akan membentuk bayangan yang menunjuk ke arah berlawanan dari kiblat.

Bayangan itulah yang bisa dijadikan patokan lurus untuk menyelaraskan kembali arah kiblat yang digunakan dalam ibadah.

Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kemenag, Arsad Hidayat, menyampaikan bahwa Rashdul Kiblat merupakan salah satu cara paling sederhana dan ilmiah untuk menentukan arah kiblat, di samping metode lain seperti kompas, teodolit, dan aplikasi digital.

Ia menegaskan bahwa momen ini sangat istimewa karena tidak membutuhkan alat bantu rumit atau keahlian khusus. Siapa saja bisa meluruskan arah kiblatnya dengan hanya menggunakan bayangan benda tegak yang diamati tepat pada waktu yang ditentukan.

Arsad menjelaskan bahwa meski arah kiblat yang digunakan sebelumnya sudah benar, Istiwa A‘zam tetap penting sebagai sarana konfirmasi. Sebaliknya, jika masih ada keraguan terhadap arah kiblat yang digunakan selama ini, maka momen ini menjadi waktu terbaik untuk memperbaikinya secara tepat.

Namun ia juga menekankan bahwa untuk mendapatkan hasil yang akurat, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan saat mengamati fenomena ini. Benda yang dijadikan acuan harus benar-benar tegak lurus dan berdiri di atas permukaan yang rata.

Ketepatan waktu juga sangat penting karena hanya pada menit tertentu bayangan akan menunjuk langsung ke arah berlawanan Ka’bah. Oleh karena itu, pengamatan sebaiknya dilakukan dengan mengikuti waktu resmi dari sumber terpercaya seperti BMKG, RRI, atau Telkom.

Lebih lanjut, Arsad mengatakan bahwa Istiwa A‘zam hanya terjadi dua kali dalam setahun dan menjadi sarana edukasi spiritual yang kaya makna. Bukan sekadar momen astronomis, Rashdul Kiblat juga mengingatkan umat akan pentingnya presisi dalam melaksanakan ibadah. Ia mendorong agar masyarakat memanfaatkan fenomena ini untuk pembelajaran, dan bahkan bisa dijadikan ajang edukasi kolektif di masjid, pesantren, maupun lembaga pendidikan Islam.

Kementerian Agama juga mengimbau masyarakat agar tidak melewatkan momen langka ini, yang tidak hanya bermanfaat secara praktis, tetapi juga memperkuat kesadaran umat akan pentingnya menjalankan ibadah dengan penuh ilmu, ketepatan, dan kesungguhan.