Rastranews.id, Aceh – Dalam upaya mempercepat penanganan dan pemulihan pasca dampak banjir di Kabupaten Pidie Jaya, Aceh, BKSDA Aceh menurunkan empat ekor gajah terlatih beserta tim pendukungnya ke sejumlah titik lokasi terdampak.
Proses ini dilakukan dengan penuh kehati-hatian, perencanaan yang matang serta mengutamakan penerapan prinsip kesejahteraan satwa (animal welfare).
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Aceh, Ujang Wisnu Barata menyampaikan bahwa sebelum gajah jinak diturunkan ke lapangan.
Tim Balai KSDA Aceh terlebih dahulu melakukan survei menyeluruh terhadap kondisi lokasi, aksesibilitas, tingkat keamanan, dan kebutuhan operasional.
Hasil survei tersebut menjadi dasar penentuan rute, titik kerja, area istirahat gajah, serta pengaturan durasi kerja yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi satwa.
Ujang juga menyampaikan bahwa sebagai bagian dari komitmen menjaga kesehatan gajah, tim memastikan bahwa area istirahat telah dipersiapkan secara memadai, termasuk ketersediaan pakan yang cukup, suplemen pendukung, serta sistem pemantauan kesehatan yang dilakukan secara berkala.
Kebutuhan air minum satwa juga menjadi perhatian utama. Untuk menjamin kecukupan konsumsi air, tim menyiagakan satu unit mobil slip-on berisi tangki dan selang air yang standby setiap saat di lokasi kerja.
Ujang menerangkan, pemanfaatan gajah terlatih untuk penanganan bencana sebenarnya telah diterapkan di beberapa negara Asia termasuk Indonesia saat ketika bencana Tsunami Aceh tahun 2004 lalu, dan merupakan salah satu bentuk guna liman atau pemanfaatan gajah secara lestari dengan prinsip kehati-hatian.
Gajah memiliki kemampuan yg membuatnya efektif dalam penanganan bencana selama dilakukan secara aman, didampingi mahout/petugas, dan mengedepankan kesejahteraan satwa.
“Keempat Gajah terlatih diangkut menggunakan truk langsir dari tempat tambat menuju lokasi target penanganan, hal ini dilakukan untuk keamanan dan keselamatan Gajah termasuk menghidari stres sebelum mendukung penanganan area terdampak banjir,” ujar Ujang.
“Dalam kondisi darurat sekarang ini, kami dari Balai KSDA Aceh memiliki moral dan tanggung jawab untuk membantu masyarakat. Kami dapat membantu salah satunya dalam upaya penanganan dan pembersihan material pasca bencana,” imbuh Ujang.
Penentuan titik-titik lokasi kerja juga telah dilakukan melalui koordinasi intensif dengan Bupati Pidie Jaya dan unsur Kepolisian setempat.
Koordinasi ini tidak hanya memastikan keamanan seluruh personel dan satwa, tetapi juga mengatur batas waktu kerja agar gajah tidak bekerja melebihi kapasitasnya.
Ujang memberikan apresiasi atas kerjasama baik dari petugas, relawan hingga pemanfaatan gajah yang dilakukan dalam mempercepat penanganan bencana ini.
Ia menyebut pemanfaatan gajah untuk pekerjaan berat dan membantu manusia memang lazim di berbagai tempat, namun hal ini baiknya tidak untuk terus dinormalisasi.
Kemenhut berkomitmen membuka akses secepat-cepatnya, serta memastikan layanan dasar pada korban terpenuhi serta memulihkan kondisi sebaik mungkin.
Ujang menerangkan lebih lanjut bahwa tim yang bertugas terdiri dari 8 (delapan) orang mahout, personel Polisi Kehutanan (Polhut) Resor, serta dokter hewan lengkap dengan perlengkapan medis lapangan.
Seluruh kegiatan turut mendapat pengawalan penuh dari unsur kepolisian, sehingga operasional dapat berlangsung tertib, aman, dan terarah.
Mobilisasi gajah terlatih ini merupakan langkah kolaboratif untuk membantu percepatan pemulihan kondisi lingkungan pasca banjir, terutama di wilayah yang sulit dijangkau alat berat.
Selain berfokus pada pemulihan, misi ini juga menunjukkan komitmen kuat bahwa penggunaan satwa dalam operasi lapangan harus selalu menghormati dan menjaga kesejahteraannya.
“Ini bukti betapa Gajah bukanlah musuh manusia, jangan rusak habitatnya, jangan ganggu rumah mereka. Karena dalam situasi darurat, saat semua sudah lumpuh, Gajahlah yang akan melindungi manusia,” ujang menambahkan. (MA)

