MAKASSAR, SULSEL – Ekonom dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin (Unhas), Prof. Anas Iswanto Anwar, menilai kesepakatan dagang antara Indonesia dan Amerika Serikat lebih menguntungkan pihak AS. Ia menyebut perjanjian tersebut bukanlah win-win solution karena mengandung banyak syarat berat bagi Indonesia.
“Menurut saya ini negosiasi yang tidak win-win solution. Trump memang menurunkan tarif, tapi syaratnya luar biasa. Salah satunya, barang-barang dari AS masuk ke negara kita dengan tarif 0 persen,” ujarnya.
Anas memperingatkan bahwa pasar Indonesia akan dibanjiri produk impor AS yang lebih murah, dan ini akan mengancam keberlangsungan pelaku Usaa Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) serta industri lokal.
“Nama barang impor saja sudah menaikkan persepsi kualitasnya. Apalagi kalau harganya jauh lebih murah dari produksi lokal. Maka UMKM dan industri nasional bisa terhantam,” tegasnya.
Ia juga menyoroti bahwa kesepakatan ini bisa memperlebar defisit perdagangan, karena nilai impor berpotensi jauh lebih besar daripada ekspor.
“Selama ini kita sudah defisit. Kalau kondisi seperti ini, saya khawatir defisit itu tetap berlanjut. Kita bisa dibanjiri barang-barang murah dari Amerika,” tambahnya.
Menurut Anas, kewajiban Indonesia untuk membeli produk AS dalam jumlah besar semakin memperjelas bahwa kesepakatan ini dirancang demi kepentingan ekonomi Amerika.
“Amerika ini benar-benar tidak mau rugi. Mereka berhitung agar ekspor mereka meningkat, sementara kita malah terancam jadi pasar konsumen mereka,” ujarnya.
Sektor UMKM, terutama yang memproduksi barang substitusi impor, disebut sebagai pihak yang paling rentan terdampak karena bersaing dengan barang-barang Amerika yang lebih murah dan bebas bea masuk.
“Pertanyaannya sekarang: bagaimana dengan industri kita? Bagaimana dengan UMKM yang seharusnya kita lindungi? Tanpa proteksi, mereka akan kalah bersaing,” tandasnya.
Sebelumnya, Presiden Indonesia Prabowo Subianto dan Presiden Amerika Serikat Donald Trump telah menyepakati penurunan tarif ekspor Indonesia ke AS, dari 32% menjadi 19%.
Namun, penurunan tarif tersebut disertai sejumlah syarat yang dinilai berat bagi Indonesia. Melalui platform Truth Social, Trump mengumumkan bahwa produk ekspor AS akan masuk ke Indonesia dengan tarif 0%.
Sebagai imbal balik, Indonesia diwajibkan membeli energi senilai US$15 miliar, produk pertanian US$4,5 miliar, serta 50 unit pesawat Boeing dari AS.
Meskipun penurunan tarif ekspor memberikan peluang lebih besar bagi produk Indonesia seperti sawit, karet, dan tekstil untuk bersaing di pasar Amerika, Anas mewanti-wanti bahwa lonjakan impor bisa mengimbangi keuntungan tersebut.
“Ekspor kita terutama pakaian, minyak kelapa sawit, akan meningkat karena tarifnya turun, otomatis harganya jadi lebih kompetitif di AS. Tapi saya khawatir, nilai impor dari AS akan jauh lebih tinggi,” ungkapnya.
Kesepakatan ini dinilai membuka peluang ekonomi, namun tanpa kebijakan perlindungan industri dalam negeri, Indonesia bisa terjebak menjadi pasar konsumtif untuk produk Amerika.