MAKASSAR, SULSEL – Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen Lembaga Pendidikan Indonesia (STIM-LPI) Makassar, diduga jual beli ijazah. Praktik ilegal tersebut, diduga terjadi sejak tahun 2009.

Usai diterpa isu jual beli ijazah, Ketua STIM-LPI Makasar, Prof Muhammad Nasir Hamzah dikonfirmasi, mengaku tidak mengetahui adanya informasi tersebut.

“Saya belum tahu informasinya. Saya ditugaskan oleh Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) IX sebagai Ketua STIM-LPI sejak tahun 2023 sampai sekarang,” ucap Prof Nasir, Jumat (18/7/2025).

“Jadi peristiwa tahun sebelumnya saya tidak tahu. Mungkin LLDIKTI IX tahu tentang peristiwanya sebelum saya menjabat,” sambungnya.

Diketahui, salah seorang pengurus jual beli ijazah di STIM-LPI Makassar, Andi Tenri Ola mengatakan, praktik jual beli ijazah di kampus tersebut sudah terjadi sejak 2009 lalu.

“Sudah terjadi sejak 2009 lalu, tapi kalau sekarang saya kurang tau karena sudah tidak pernah lagi urus,” kata Andi Tenri Ola saat dihubungi, Kamis (17/7/2025).

Andi Ola sapaan akrab Andi Tenri Ola itu menyebut, jual beli ijazah di kampus itu tarifnya bervariasi. Tarifnya ada Rp 10 juta hingga Rp 17 juta. Kadang lebih dari tarif tersebut.

“Tergantung pengurusnya. Banyak yang mengurus disana. Bahkan petinggi pejabat kampus lain ada yang mengurus disana, dengan membawa mahasiswanya yang kemungkinan sudah DO (drop out),” sebutnya.

Andi Ola pun menyampaikan bahwa praktik jual beli ijazah di kampus tersebut terjadi pada saat Andi Nuryadin menjabat selaku Rektor STIM-LPI.

“Waktu saya mengurus juga ijazah mahasiswa, beliau (Andi Nuryadin) menjabat sebagai Ketua STIM-LPI

Tapi sekarang sudah bukan katanya,” ucap Andi Ola.

“Dulu ada 10 tahun lebih Andi Nuryadin jadi ketua tidak diganti. Diganti setelah ada masalah. Baru dua tahun ganti ketua,” sambungnya.

Andi Ola melanjutkan, ijazah mahasiswa yang keluar itu ditandatangani oleh Andi Nuryadin selaku ketua dan A. Syahrum Makkuradde selaku Pembantu Ketua Bidang Akademik yang juga saat itu menjabat sebagai Camat Biringkanayya.

“Banyak instansi lain yang membeli atau mengurus ijazah dikampus tersebut,” ucap Andi Ola.

Andi Ola mengaku siap membuka kembali kasus itu, karena kecewa. Sebab di tahun 2023, kasus tersebut tidak melibatkan rektor dan wakil rektornya.

“Padahal beliau dengan sangat jelas bertanda tangan secara sadar di ijazah yang terbit. Sedangkan tidak melalui proses belajar mengajar,” cetusnya.

“Saya juga kecewa, karena pada tahun 2019 banyak ijazah yang saya uruskan pada saat itu tidak terbit dengan alasan sudah tidak bisa. Tapi nyatanya ada yang saya uruskan atas nama Hafsan dan Heri Cahyono ijazahnya terbit. Tapi melakukan pembayaran ulang langsung ke rektornya, Andi Nuryadin,” kesalnya.

Lanjut Andi Ola mengaku, dirinya bersama rekannya yang pernah ikut terlibat di kampus itu, siap untuk membuka kembali kasus STIM-LPI.

“Saya sudah mengumpulkan berkas dan ijazah. Baik yang terdaftar di PDPT Dikti, tapi tidak melalui proses kuliah maupun yang ijazahnya keluar dan ditandatangani pejabat kampus, tapi ijazah tersebut tidak terdaftar di Forlap Dikti,” tegasnya.