Yessi menyebut bahwa sekitar 3.000 peserta tidak lulus seleksi tahap pertama karena tidak sesuai dengan kualifikasi formasi yang dibutuhkan.

Banyak di antaranya memiliki latar pendidikan yang tidak selaras dengan jabatan yang tersedia, khususnya untuk formasi guru yang membutuhkan kesesuaian spesifik antara jurusan pendidikan dan jabatan yang dilamar.

“Untuk guru, formasi sangat spesifik. Misalnya, guru Biologi harus berlatar belakang pendidikan Biologi. Tidak bisa diisi oleh lulusan Matematika atau Bahasa Inggris,” tambahnya.

Terkait 410 peserta yang kemudian mendapatkan penempatan melalui optimalisasi di tahap kedua, Yessi menyebut proses itu merupakan kewenangan nasional melalui Panitia Seleksi Nasional (Panselnas) berdasarkan Peraturan BKN Nomor 15 Tahun 2025.

Namun demikian, optimalisasi tersebut justru menimbulkan kebingungan, terutama karena tidak ada koordinasi sebelumnya dengan pemerintah daerah.

Akibatnya, muncul kesenjangan antara informasi yang beredar di pusat dan pelaksanaan di daerah.

“Bahkan, dari total 49 orang R2 dan sekitar 1.300-an R3, hanya sebagian yang mendapatkan tempat dalam tahap optimalisasi,” katanya.