SOPPENG, SULSEL — Selama ini, ikan Sapu-Sapu dikenal sebagai hama air yang menyusahkan. Di Danau Soppeng, ikan ini dianggap mengganggu alat tangkap, merusak ekosistem, dan tidak memiliki nilai jual karena tak layak dikonsumsi.

Namun, sebuah program pengabdian dari Universitas Hasanuddin mengubah cara pandang masyarakat Kelurahan Limpomajang, Kecamatan Marioriawa, Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan terhadap ikan ini. Dari musuh menjadi peluang ekonomi.

Lewat kegiatan bertajuk “PPMU-PPUPIK Pellet Pakan Ternak Berbasis Ikan Sapu-Sapu”, tim dari Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Unhas datang membawa solusi.

Tujuannya sederhana tapi berdampak besar, menjadikan ikan Sapu-Sapu sebagai bahan baku pakan ternak alternatif yang murah dan mudah dibuat oleh warga sendiri.

Program ini dilaksanakan, Sabtu (19/7/2025), dan disambut antusias oleh masyarakat. Para peternak yang selama ini mengeluh mahalnya harga pakan, kini melihat harapan baru. Apalagi, bahan baku melimpah di sekitar mereka sendiri.

“Selama ini kami bingung harus bagaimana dengan ikan Sapu-Sapu. Mau dijual tidak laku, mau dibuang, malah merusak alat tangkap. Sekarang, ternyata bisa dijadikan pakan. Ini sangat membantu,” ujar Kepala Kelurahan Limpomajang, Hasanuddin, saat membuka kegiatan secara resmi.

Ketua Tim Pengabdian Unhas, Agustina Abdullah menjelaskan, kegiatan ini tidak hanya mengajarkan teknis produksi pellet, tapi juga membuka mata masyarakat soal peluang usaha dari potensi lokal.

“Kami ingin masyarakat tidak hanya bisa mengolah, tapi juga menjadikannya sebagai usaha. Ini bukan soal teknologi saja, tapi juga penguatan ekonomi lokal,” katanya.

Pelatihan ini mengajarkan mulai dari penyusunan ransum pakan, teknik izinedar (pengolahan dan pencetakan pellet), hingga cara pengemasan. Sebelum pelatihan dimulai, peserta mengikuti pre-test untuk melihat pemahaman awal mereka, lalu dilanjutkan diskusi dan praktik langsung.

Suasana pelatihan berlangsung penuh semangat. Warga yang hadir tampak antusias mencoba mesin pencetak pellet dan berdiskusi soal pemasaran. Yang dulunya menganggap Sapu-Sapu tak berguna, kini mulai melihatnya sebagai sumber daya yang bernilai ekonomi.

Laboratorium Lapangan Program Studi Agribisnis Peternakan Fakultas Vokasi Unhas Kampus Soppeng turut mendukung penuh kegiatan ini. Kolaborasi antara tim pengabdian, laboratorium, dan masyarakat menjadi kekuatan utama dalam keberhasilan program.

Lewat pendekatan yang sederhana namun menyentuh kebutuhan nyata masyarakat, Universitas Hasanuddin kembali menegaskan peran penting perguruan tinggi dalam pembangunan ekonomi pedesaan. Harapannya, inisiatif ini tak berhenti di Soppeng saja, tapi juga bisa ditiru daerah lain yang menghadapi persoalan serupa.

Karena dari yang tadinya dianggap “musuh air”, ikan Sapu-Sapu kini bertransformasi menjadi “aset lokal” yang menjanjikan masa depan lebih cerah bagi peternak kecil.