Rastranews.id, Lutim – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulawesi Selatan mengungkap dampak tumpahan minyak PT Vale Indonesia terhadap ekonomi masyarakat di Kecamatan Towuti, Kabupaten Luwu Timur (Lutim).

Dalam pemaparannya, Walhi menyebut sekiranya ada dua desa yang terdampak akibat kebocoran pipa PT Vale ini, keduanya adalah Desa Lioka dan Timampu.

Dalam pemaparannya, Kepala Divisi Perlindungan Ekosistem Esensial Walhi Sulsel, Zulfaningsih HS, menguraikan sumber pencaharian masyarakat di dua desa yang terdampak.

Dimana di Desa Lioka, masyarakat menggantungkan hidup dari sawah, kebun kakao, merica dan tambak ikan mas. Sebagian kecil masyarakat di desa tersebut juga merupakan kontraktor pada perusahaan tambang.

Ifa mengatakan, tahun 2025 ini baru tahun ketiga masyarakat kembali menggarap sawah setelah vakum. Namun, akibat tumpahan minyak ini, produktivitas lahan sawah menjadi hancur sekitar 30-38 hektare.

“Sebelum insiden, hasil panen dari musim kedua cukup untuk persediaan pangan hingga panen selanjutnya,” ujarnya dalam konferensi pers di Makassar, Jumat (24/10/2025)

Sementara di Desa Timampu, lanjut Ifa, mata pencaharian masyarakat juga bergantung pada lahan pertanian seperti sawah, kebun kakao, atau merica.

“Kalau berdasarkan hasil keterangan masyarakat ada 400 hektare sawah yang terkontaminasi dari tumpahan minyak ini,” ucapnya.

Ia juga memaparkan perhitungan dampak tumpahan minyak PT Vale Indonesia ini terhadap kerugian ekonomi masyarakat Desa Lioka dan Timampu.

Dimana nilai kerugian dapat ditaksir jika mengalikan minimal luas lahan per orang adalah 1 hektare, dengan produksi gabah sekitar 7 ton, dan harga pasar gabah di Luwu Timur adalah Rp6.000 per kilogram.

“Jadi kalau kita total berapa kerugian masyarakat jika tidak mengelola lahan persawahan adalah Rp42 juta per musim. Masyarakat di Desa Lioka itu menggarap sawahnya dua musim dalam satu tahun, jadi dia habis sekitar Rp84 juta,” urainya.

Ifa mengakui bahwa PT Vale sesuai dengan pemberitaan yang beredar telah memberikan kompensasi kepada masyarakat yang terdampak kebocoran pipa ini. Di Desa Lioka, kompensasi yang disepakati oleh PT Vale, masyarakat, dan juga Pemerintah Daerah adalah Rp10 ribu per kilogram dengan target 7000 ton per lima musim.

PT Vale juga disebut menyalurkan bantuan sosial setiap 3 hari sekali berupa beras, minyak, telur, sabun, dan kebutuhan dasar lainnya. Namun, hingga 18 Oktober 2025 kompensasi kepada masyarakat terdampak belum sepenuhnya terealisasi.

“Penyerahan simbolis baru dilakukan di tingkat kecamatan, namun warga belum menerima secara langsung dan proses penyelesaian masih berlangsung,” kata Ifa.

Terjadi perbedaan pada Desa Timampu. Dimana ia mengatakan, PT Vale Indonesia menjanjikan Rp7 ribu per kilogram untuk 7.000 ton selama dua musim. Sehingga keputusan itu menimbulkan protes masyarakat yang menolak dan melakukan demonstrasi pada 17 Oktober 2025.(JY)