Gowa – Kasus sindikat uang palsu yang menyeret nama Annar Salahuddin Sampetoding akhirnya memasuki babak krusial. Setelah tiga kali mengalami penundaan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) resmi membacakan tuntutannya dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Gowa, Rabu (27/8/2025).

Sidang yang dipimpin Hakim Ketua Dyan Martha Budhinugraeny, didampingi hakim anggota Yenny Wahyuningtyas dan Syahbuddin, berlangsung dengan pengawalan ketat.

Dalam tuntutannya, JPU Aria Perkasa menyatakan Annar terbukti bersalah membiayai sekaligus menyuruh pihak lain untuk memproduksi uang palsu.

“‎Terdakwa Annar Salahuddin Sampetoding dituntut pidana penjara selama 8 tahun,” ujar Aria di ruang sidang.

Selain pidana badan, Jaksa juga menuntut Annar membayar denda Rp100 juta.

“Apabila tidak dibayar, maka diganti dengan pidana penjara selama 1 tahun,” tambahnya.

Jaksa menilai perbuatan terdakwa telah memenuhi unsur pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 37 ayat 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Tuntutan tersebut akhirnya dibacakan setelah persidangan sebelumnya tiga kali tertunda. Pada 6 Agustus 2025 sidang batal karena Jaksa belum siap membacakan tuntutan.

Pada 13 Agustus 2025, sidang juga ditunda karena terdakwa mengaku sakit, namun tanpa surat keterangan medis resmi.

Kemudian pada 20 Agustus 2025 sidang kembali ditunda dengan alasan terdakwa sakit yang sama tanpa bukti medis sahih.

Rangkaian penundaan itu sempat menimbulkan kesan terdakwa mencoba mengulur waktu.

Namun, majelis hakim tetap memberikan kesempatan hingga akhirnya tuntutan berhasil disampaikan.

Dalam persidangan, Annar hadir didampingi dua penasihat hukumnya, Sultani serta Andi Jamal Kamaruddin alias Om Bethel.

Hakim Ketua Dyan Martha menegaskan proses hukum tidak boleh lagi berlarut-larut.

“Sidang berikutnya akan tetap dilanjutkan sesuai jadwal tanpa toleransi yang berlebihan,” tegasnya.

Majelis hakim menetapkan sidang lanjutan akan digelar Rabu (3/9/2025) mendatang dengan agenda mendengarkan pembelaan dari pihak terdakwa. (AR)