Munafri juga mengajak masyarakat, komunitas, dunia usaha, akademisi, hingga aparatur pemerintah untuk bersama-sama mendukung implementasi Lontara+.
Menjadikan Lontara+ sebagai tonggak penting menuju Makassar yang bukan hanya cerdas secara teknologi, tetapi juga adil dalam melayani. Teknologi bisa berubah cepat, tetapi falsafa lokal ‘Siri’na Pacce, tetap menjadi fondasi.
“Kita ingin sistem yang tidak hanya melayani, tetapi juga memanusiakan, yang tidak hanya efisien, tetapi juga mengakar, dan yang tidak hanya modern, tetapi juga dipercaya,” tegasnya.

Orang nomor satu Kota Makassar ini menjelaskan, penamaan “Lontara+”, dipilih melalui ajang kreatif EPSTA atau acara yang melibatkan anak-anak muda Makassar.
Nama lontara sarat akan nilai budaya lokal, terinspirasi dari aksara Lontara, warisan budaya Bugis-Makassar yang digunakan sejak abad ke-14 hingga ke-20.
“Nama aplikasi Lontara plus, bukan sekadar aksara, tetapi juga naskah yang merekam sejarah dan identitas Sulawesi Selatan. Dengan Lontara+, kita ingin membawa nilai lokal ke dalam ekosistem digital modern,” ujarnya.
Munafri menegaskan, Lontara+ menjadi jawaban atas persoalan tumpang tindih aplikasi di berbagai SKPD. Semua layanan, mulai dari informasi publik, pengaduan warga, pajak daerah, hingga akses program pemerintah, akan disatukan dalam satu platform.
“Selama ini SKPD memiliki aplikasi sendiri-sendiri. Lontara+ menyatukannya dalam satu genggaman, dengan fitur yang bisa terus berkembang mengikuti kebutuhan masyarakat,” jelasnya.
Selain integrasi, Lontara+ diklaim mampu menghadirkan data dan fakta secara real-time, memungkinkan Pemkot mengambil keputusan berbasis informasi terkini.
Tak hanya sekadar teknologi, Pemkot Makassar menargetkan Lontara+ menjadi gerakan sosial untuk meningkatkan kesadaran digital masyarakat.
“Kami tahu mengubah kebiasaan tidak mudah. Tapi kalau tidak mulai, kita tidak akan pernah maju. Setahun ke depan kami fokus pada sosialisasi agar semua warga terbiasa menggunakan aplikasi ini,” kata Appi.