MAKASSAR, SULSEL – Unjuk rasa warga Bara-barayya di Pengadilan Negeri Makassar, Jl RA Kartini, Kecamatan Ujung Pandang, Makassar, berakhir ricuh, pada Kamis (21/8/2025) siang.

Unjuk rasa ratusan warga itu, mulanya berjalan tertib. Mereka datang di depan PN Makassar dengan mengendarai ratusan motor dan sejumlah mobil.

Kehadiran massa aksi disambut kawat berduri yang mengelilingi pagar depan pengadilan. Selain itu, juga telah disiagakan ratusan aparat kepolisian dari Polrestabes Makassar.

Namun pada saat hendak meninggalkan PN Makassar, beberapa dari massa yang tidak terima pun, melempari kantor tempat pencari keadilan tersebut

Ada yang melempar botol berisi cairan kotoran diduga dari septic tank, ada juga melempar batu. Lemparan botol mineral berisi kotoran itu, membuat aroma kurang sedap di dalam kawasan kantor ‘meja hijau’ itu.

Tak sedikit pengunjung dan pegawai menutup hidung akibat aroma kurang sedap. Sementara akibat pelemparan batu, dua mobil di pekarangan Pengadilan Negeri Makassar, mengalami pecah kaca.

Satu diantaranya mobil listrik yang dikabarkan milik hakim. Sementara satu lainnya mobil Agya hitam, milik pegawai. Mobil listrik milik hakim itu, mengalami pecah kaca pada bagian depan dan atap. Begitu juga mobil pegawai, retak pada kaca depan.

Selain itu, tiga mobil yang terparkir di luar mengalami hal yang sama. Satu mobil milik Binmas Polsek Manggala pecah bagian kaca depan dan mobil bus SIM keliling Polrestabes Makassar pecah kaca bagian samping serta satu unit mobil honda HRV milik warga mengalami pecah kaca bagian depan.

Terkait aksi itu, Tim Kuasa Hukum Warga Bara-barayya dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar, Muhammad Ansar mengatakan, pihaknya melakukan aksi terkait putusan Pengadilan Negeri Makassar atas permohonan penundaan eksekusi.

Dikatakan Ansar, aksi yang dilakukan oleh warga Bara-barayya sejatinya adalah langkah untuk menjemput keadilan. Warga yang selama ini menjadi korban dari konflik agraria yang belum tuntas, berharap ada titik terang melalui proses hukum yang tengah berjalan.

“Namun harapan itu kembali pupus. Sebagai kuasa hukum, kami menyampaikan bahwa dalam perkara ini ada dua hal penting yang menjadi tuntutan warga, “kata Ansar.

Dua hal itu lanjut Ansar, yaitu permintaan untuk tidak dilakukan eksekusi atas objek sengketa dan permohonan penundaan eksekusi sambil menunggu kejelasan hukum yang utuh dan adil.

Disebutkan Ansar, dalam gugatan yang diajukan, pihaknya menegaskan bahwa Siti Aisyah tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan eksekusi terhadap perkara asal.

“Berdasarkan dokumen dan bukti yang kami sampaikan di Pengadilan Negeri Makassar, Itje Siti Aisyah bukanlah ahli waris dari Nurdin Dg Nombong, “sebutnya.

Perlu diketahui bahwa dalam perkara asal, Nurdin Dg Nombong adalah satu-satunya penggugat, tanpa penggugat lain. Maka jika ia telah meninggal dunia, maka proses hukum terkait seharusnya tidak bisa dilanjutkan oleh pihak yang tidak memiliki hubungan hukum atau kedudukan sebagai ahli waris sah.

“Namun demikian, dalam petikan putusan yang baru kami akses secara daring (online) melalui E-Court, kami melihat bahwa Hakim menolak permohonan penundaan eksekusi. Dalam pokok perkara, gugatan para pelawan (warga Bara-Barayya) dinyatakan tidak dapat diterima, “jelas Ansar.(JY)