JAKARTA – Konten masak indomie Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, menjadi sorotan dan tidak kalah menarik perhatian netizen dibanding video joget di sela-sela sidang tahunan MPR.

Bukan soal makan mie yang menjadi pusat perhatian netizen. Akan tetapi, tabung gas LPG 3 kilogram yang digunakan Habiburokhman memasak.

“Makanan yang mengalami krisis jati diri, mie goreng,” kata Habiburokhman di Instagram pribadinya @habiburokhmanjkttimur.

Tidak sedikit yang menanyakan mengenai tabung gas Habiburokhman, sebab jika merujuk pada aturan, itu hanya diperuntukkan bagi orang miskin.

Sementara Habiburokhman selaku Ketua Komisi III DPR RI yang berpenghasilan lebih dari Rp100 juta perbulan tidak masuk dalam kategori orang miskin.

Menanggapi hal tersebut, Pegiat Medsos, Ary Prasetyo, mengatakan bahwa mestinya Politikus Partai Gerindra itu tidak mengambil hak orang miskin.

“Bensin sudah ditanggung Negara. Beras, Rumah Juga Di Tanggung Negara,” kata Ary di X @Ary_PrasKe2, Kamis (21/8/2025).

Ia mengingatkan kembali masa-masa di mana masyarakat dibikin kesulitan mendapatkan tabung gas LPG 3 kilogram.

“Kok iya masih pakai jatah rakyat miskin gas melon. Sementara rakyat miskin dibikin susah saat beli gas melon,” tandasnya.

Berdasarkan data resmi dari Surat Edaran Setjen DPR RI No.KU.00/9414/DPR RI/XII/2010 dan Surat Menteri Keuangan No. S-520/MK.02/2015, total pendapatan anggota DPR RI bisa mencapai Rp104.051.903 per bulan.

Jumlah tersebut terdiri dari gaji pokok sebesar Rp4,2 juta dan berbagai tunjangan melekati, mulai dari:

1. Tunjangan istri/suami Rp420.000
2. Tunjangan anak Rp168.000
3. Uang sidang/paket Rp2.000.000
4. Tunjangan jabatan Rp9.700.000
5. Tunjangan beras per jiwa Rp30.090
6. Tunjangan PPh Pasal 21 Rp2.699.813

Selain itu, ada sederet tunjangan lain yang jumlahnya jauh lebih besar:

1. Tunjangan kehormatan Rp5.580.000
2. Tunjangan komunikasi Rp15.554.000
3. Tunjangan peningkatan fungsi Rp3.750.000
4. Bantuan listrik dan telepon Rp7.700.000
5. Asisten anggota Rp2.250.000
6. Tunjangan rumah Rp50.000.000

Jika diakumulasikan, angka tersebut menembus lebih dari Rp104 juta per bulan.

Hal ini berbeda dengan kondisi masyarakat yang tengah tercekik akibat kenaikan harga kebutuhan pokok, pemutusan hubungan kerja (PHK), hingga kenaikan pajak.(JY)