PINRANG, SULSEL – Komisi II DPR RI bersama Bawaslu Sulawesi Selatan menggelar evaluasi pelaksanaan Pemilu dan Pilkada di Kabupaten Pinrang, Selasa (12/8/20285).
Fokus pembahasan diarahkan pada penguatan fungsi pengawasan serta perbaikan regulasi kepemiluan di masa mendatang.
Pertemuan ini dihadiri Tenaga Ahli Komisi II DPR RI, jajaran Bawaslu Sulsel, serta pemangku kepentingan terkait di daerah.
Tenaga Ahli Komisi II DPR RI Fraksi Golkar, Hasruddin Pagajang, mengungkapkan bahwa dari 545 pilkada yang digelar di seluruh Indonesia, sebanyak 310 di antaranya digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK), atau lebih dari 60 persen.
“Hal ini menunjukkan pengawasan pilkada masih perlu diperkuat, meski secara teknis sebenarnya sudah berjalan baik,” ujarnya.
Ia juga menyoroti putusan MK terbaru yang menguatkan kewenangan Bawaslu dalam memutus pelanggaran administrasi Pilkada.
“Dengan putusan ini, Bawaslu naik satu level karena putusannya bersifat final dan mengikat. Ke depan, langkah yang mungkin adalah revisi atau kodifikasi UU Pemilu agar regulasi selaras,” jelas Hasruddin.
Sementara Tenaga Ahli Alat Kelengkapan Dewan (AKD) Komisi II DPR RI, Moh Syahril Iryanto, menilai literasi politik dan kapasitas pengawasan di tingkat pengawas adhoc masih lemah.
Antara lain disebabkan masa rekrutmen dan bimbingan teknis yang singkat. Ia pun mendorong semua pihak di Pinrang untuk aktif memberi masukan demi penguatan kelembagaan pengawasan pemilu.
Ketua Bawaslu Sulsel, Mardiana Rusli, menyampaikan bahwa evaluasi ini dilakukan setelah seluruh tahapan pemilihan usai.
“Kami membutuhkan fakta, aksi, dan peristiwa sebagai bahan evaluasi. Di Pinrang, misalnya, pernah ada perbedaan pandangan hukum antara Bawaslu dan Sentra Gakkumdu,” jelasnya.
Mardiana menegaskan bahwa masukan dari forum ini akan diteruskan ke tingkat pusat melalui Komisi II DPR RI untuk menjadi bahan perbaikan regulasi dan penguatan kelembagaan pengawas pemilu.
Anggota Bawaslu Sulsel, Andarias Duma, menambahkan bahwa hampir setiap pilkada di Pinrang berujung pada gugatan di MK.
Meski begitu, ia mengapresiasi sinergi antar pihak yang mampu mengantisipasi potensi kerawanan. “Sejak 2009, daerah zona merah bisa terkendali jika ada kerja sama semua pihak,” ujarnya. (HL)