MAKASSAR, SULSEL – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johanis Tanak menegaskan tidak ada yang perlu ditakuti jika Komisi III DPR RI memanggil lembaganya untuk rapat dengar pendapat (RDP).

Pernyataan ini menanggapi instruksi Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh yang meminta Fraksi NasDem menginisiasi pemanggilan KPK guna membahas terminologi operasi tangkap tangan (OTT).

“Kalau diundang, kita akan datang. Apa yang harus ditakuti sepanjang kita melakukan perbuatan yang baik dan benar untuk kepentingan bangsa dan negara,” ujar Johanis usai memberikan kuliah umum kepada mahasiswa baru Universitas Hasanuddin, Makassar, Senin (11/8/2025).

Menurut Johanis, KPK adalah lembaga negara yang taat pada aturan hukum. Namun, ia menilai perlu ada persamaan persepsi terkait istilah OTT agar tidak terjadi kesalahpahaman.

“Apa sih yang dimaksud dengan terminologi OTT? Supaya saat kita menjawab, tidak terjadi perbedaan tafsir antara maksud pihak yang bertanya dan maksud kami,” jelasnya.

Johanis menerangkan bahwa pengertian OTT sudah diatur dalam KUHP sebagai perbuatan tertangkap tangan yang diatur dalam hukum acara pidana. Prosesnya, kata dia, dimulai dari laporan masyarakat yang kemudian dianalisis secara yuridis oleh KPK.

“Ketika masyarakat melaporkan dugaan tindak pidana korupsi, kami kumpulkan data dan informasi. Jika ada indikasi kerugian negara dan melibatkan penyelenggara negara, termasuk adanya suap atau gratifikasi, maka penyidik akan bergerak,” paparnya.

KPK, lanjut Johanis, memiliki teknologi pemantauan yang memungkinkan pengawasan hingga ke daerah. “Dimanapun orang itu berada, kita bisa memonitor. Jadi bukan asal tangkap, semua berdasarkan dasar hukum yang jelas,” tegasnya.

Terpisah, Wakil Ketua DPR RI Saan Mustofa menilai permintaan Surya Paloh adalah hal wajar. Menurutnya, fraksi di DPR dapat mengusulkan RDP dengan mitra kerja, termasuk KPK, untuk memperjelas istilah-istilah hukum.

“Biar semuanya clear, istilah seperti OTT bisa tersosialisasi dengan baik,” ucap politisi NasDem itu.

Sebelumnya, Surya Paloh mempertanyakan pergeseran makna OTT. Ia mencontohkan kasus di mana pemberi suap berada di Sumatera Utara, sementara penerimanya di Sulawesi Selatan. “Apakah ini OTT? OTT plus?” ujarnya.

Surya menegaskan perlunya kejelasan terminologi agar publik tidak bingung dan tidak sembarangan memberi label OTT pada seseorang.

“Agar terminologi OTT bisa diperjelas, tidak membuat publik bingung, dan tetap mendukung jalannya pemerintahan,” pungkasnya. (HL)