SOPPENG, SULSEL – Di tengah hamparan kebun jagung di Dusun Calio, Desa Baringeng, Kecamatan Lilirilau, Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan, tanah yang selama ini hanya diolah warga untuk bercocok tanam ternyata menyimpan cerita jauh lebih tua dari yang pernah dibayangkan.
Cerita itu baru terbuka ketika sekelompok peneliti dari Universitas Hasanuddin (UNHAS) dan Australia menemukan serpihan batu, artefak yang diam-diam menyimpan rahasia perjalanan manusia purba.
Prof. Adam Brumm, arkeolog dari Griffith University, Australia, berdiri di lokasi penemuan pada Kamis (7/8/2025). Ia mengungkapkan betapa temuan ini mengubah peta sejarah manusia di Asia Tenggara.
“Temuan ini menjadi bukti bahwa manusia telah datang ke Pulau Sulawesi sekitar satu juta, bahkan 1,5 juta tahun lalu,” ujarnya. “Bukan hanya di Flores, Indonesia, atau Luzon, Filipina.”
Pernyataan itu mematahkan anggapan lama bahwa Sulawesi hanyalah titik singgah, bukan tempat tinggal permanen bagi manusia purba. Selama ini, cerita tentang manusia purba di Indonesia kerap terpusat pada Pulau Flores. Kini, Soppeng menuntut tempatnya dalam buku sejarah.
Artefak tersebut mulai diteliti sejak 2019. Bersamanya ditemukan fosil yang penanggalannya mencapai usia minimal 1,04 juta tahun, bahkan bisa sampai 1,48 juta tahun. Bentuknya adalah serpihan batu, yang merupakan sisa pembuatan peralatan besar, yang kemungkinan digunakan untuk memotong atau mengolah bahan lain.
Menariknya, teknik pembuatannya menunjukkan keterampilan yang cukup maju, tanda bahwa manusia purba kala itu memahami betul cara memanfaatkan sumber daya di sekitarnya.
Lebih mengejutkan lagi, untuk sampai ke Sulawesi jutaan tahun lalu, nenek moyang kita harus menyeberangi laut dalam. “Itu berarti mereka punya kemampuan berlayar atau menyeberang laut, sesuatu yang sebelumnya hanya kita atribusikan kepada manusia modern,” kata Adam.
Hasil penelitian ini bahkan telah dipublikasikan di jurnal ilmiah bergengsi Nature pada Rabu, 6 Agustus 2025. Temuan tersebut memicu para ilmuwan meninjau ulang teori tentang penyebaran manusia purba di kawasan Wallacea, yang meerupakan wilayah kepulauan yang membentang di antara Kalimantan dan Papua.
“Sulawesi kini bukan lagi hanya titik perlintasan, melainkan pusat penting untuk memahami perjalanan awal manusia menaklukkan kepulauan timur dan menapaki jalur menuju Australia,” tambahnya.
Kabar penemuan ini segera disambut hangat Pemerintah Kabupaten Soppeng. Bupati Suwardi Haseng, yang ditemui di rumah jabatannya pada hari yang sama, tak bisa menyembunyikan rasa bangganya. “Kami bangga karena berita ini akan mendunia. Ini spektakuler,” katanya.
Ia mengungkapkan, temuan ini menantang teori lama yang menyebut manusia purba tak mungkin menyeberangi palung laut dalam untuk sampai ke Sulawesi. “Tetapi itu semua terbantahkan dengan penemuan ini,” ujarnya.
Suwardi menambahkan, wilayahnya ternyata menyimpan kekayaan fosil lain. Mulai dari gading gajah, babi purba, hingga tempurung kura-kura raksasa berdiameter dua meter.
Pemerintah daerah, kata dia, siap bekerja sama dengan dinas kebudayaan dan balai arkeologi untuk memastikan temuan-temuan ini terjaga, bahkan berpotensi diabadikan di museum lokal.
Bagi warga Calio, penemuan ini mungkin terasa seperti keajaiban. Tanah yang selama ini ditanami jagung ternyata adalah halaman rumah para pendahulu mereka dari lebih dari satu juta tahun silam. (HL)