MAKASSAR, SULSEL — Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) resmi menghentikan penuntutan terhadap Nadya Amalia Putri alias Putri (19), tersangka penganiayaan terhadap pedagang Pasar Butung, Iryanti (33), melalui mekanisme keadilan restoratif atau Restorative Justice (RJ).

Penghentian perkara ini dilakukan setelah Cabang Kejaksaan Negeri (Cabjari) Pelabuhan Makassar mengajukan permohonan RJ dan dinyatakan memenuhi seluruh persyaratan sesuai Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020.

Menurut Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Sulsel, Soetarmi, keputusan ini diambil setelah mempertimbangkan sejumlah faktor. Putri, seorang karyawan swasta, diketahui bukan residivis dan baru pertama kali melakukan tindak pidana. Tindak pidana yang dilakukannya juga diancam hukuman di bawah lima tahun penjara.

“Yang paling utama, telah tercapai perdamaian tanpa syarat antara tersangka dan korban. Korban pun sudah pulih dan dapat beraktivitas seperti biasa,” ujar Soetarmi dalam keterangannya, Jumat (1/8/2025).

Soetarmi mengungkapkan bahwa Putri adalah anak bungsu dari enam bersaudara yang sejak kecil telah kehilangan sosok ayah. Ia bekerja di Pasar Butung untuk membantu ibunya mencari nafkah.

Kasus penganiayaan terjadi Senin (21/7/2025). Saat itu, korban yang sedang melintas di depan toko tersangka mendengar gosip yang diarahkan kepadanya. Perselisihan ini dipicu konflik lama terkait pekerjaan. Meski sempat mencoba menghindar, korban akhirnya dihampiri dan dianiaya oleh tersangka.

“Tersangka menarik rambut korban hingga jilbabnya terlepas, memukul bagian kepala dan leher korban hingga terbentur tembok, mencakar, dan mendorong korban sampai jatuh ke lantai,” jelas Soetarmi.

Akibat kejadian tersebut, korban mengalami tujuh luka tertutup termasuk lecet di bawah telinga dan leher kanan yang sempat mengganggu aktivitasnya. Namun kini, korban telah sepenuhnya pulih dan memilih untuk berdamai.

Wakil Kepala Kejati Sulsel, Robert M. Tacoy, menyetujui penghentian perkara ini. Ia menilai bahwa proses RJ telah dijalankan sesuai ketentuan dan mencerminkan semangat pemulihan hubungan sosial.

“Restorative justice bukan hanya soal menghindari hukuman, tapi memulihkan kembali relasi yang retak akibat tindak pidana. Saya juga menekankan pentingnya penyelesaian perkara tanpa praktik transaksional agar kepercayaan publik tetap terjaga,” tegas Robert.

Usai disetujuinya proses RJ, jajaran Cabjari Pelabuhan Makassar langsung menindaklanjuti administrasi perkara, sehingga tersangka resmi dibebaskan dari tuntutan hukum.

Langkah ini menjadi bukti bahwa keadilan tidak selalu identik dengan penghukuman. Dalam kasus ini, Kejati Sulsel berhasil menunjukkan bahwa penyelesaian yang berkeadilan dapat diraih lewat dialog, pemulihan, dan rasa tanggung jawab.