MAKASSAR, SULSEL – Sebagai upaya menjaga kerukunan antarumat beragama, Pemerintah Kota Makassar melalui Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) kembali mengambil langkah proaktif. Selasa (22/7/2025), Pemkot Makassar memfasilitasi pertemuan antara perwakilan Fokus Islam Tamalanrea dan jemaat Kibait Tamalanrea di Ruang Sipakalebbi, Kantor Balai Kota Makassar, untuk menyelesaikan polemik terkait penggunaan ruang serbaguna sebagai tempat ibadah.

Pertemuan dihadiri berbagai unsur, termasuk perwakilan Kementerian Agama, Majelis Ulama Indonesia (MUI), tokoh agama, aparat kepolisian, dan Camat Tamalanrea. Kepala Badan Kesbangpol Makassar, Fatur Rahim, memimpin diskusi yang bertujuan untuk meredakan ketegangan yang muncul akibat protes sebagian warga terhadap penggunaan gedung serbaguna tersebut.

Fatur menjelaskan bahwa polemik ini muncul karena adanya keberatan dari segelintir masyarakat mengenai penggunaan lantai pertama gedung serbaguna untuk kegiatan ibadah jemaat Kibait. “Awalnya ada pro dan kontra, tetapi kita harus mengedepankan mekanisme dan aturan yang berlaku dalam kehidupan bernegara,” ujarnya setelah kesepakatan damai tercapai.

Dalam diskusi tersebut, salah satu topik penting yang dibahas adalah masa berlaku izin penggunaan tempat ibadah. Sebelumnya, izin diberikan selama dua tahun, namun masa tersebut hampir berakhir. Fatur mengklarifikasi bahwa regulasi memungkinkan perpanjangan izin hingga dua tahun tambahan, tergantung pada evaluasi dan kesepakatan bersama.

Menariknya, perwakilan jemaat Kibait menyatakan niat baik untuk menyelesaikan seluruh kelengkapan administrasi dalam waktu enam bulan, jauh lebih cepat dari batas maksimal yang disepakati. “Ini menunjukkan komitmen mereka terhadap aturan dan keharmonisan sosial,” kata Fatur.

Kesepakatan damai pun dicapai, dengan semua pihak yang hadir menandatangani berita acara hasil musyawarah. Langkah ini menjadi simbol bahwa perbedaan dapat dijembatani melalui dialog terbuka dan semangat toleransi.

“Alhamdulillah, semua pihak telah sepakat dan menandatangani kesepakatan. Ini bukti bahwa kerukunan bisa dibina jika semua pihak saling menghormati dan mengikuti aturan,” tambah Fatur.

Ia juga menekankan bahwa dalam kehidupan beragama, negara tidak mencampuri hubungan individu dengan Tuhan. Namun, dalam aspek sosial dan administratif, setiap aktivitas keagamaan tetap harus mematuhi tata kelola yang telah ditetapkan.

“Semua agama mengajarkan kasih sayang dan toleransi. Selama kita berpegang pada nilai-nilai itu, perbedaan bukanlah masalah, melainkan kekayaan bangsa,” tutupnya.