JAKARTA — Kasus kematian diplomat muda ahli Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Republik Indonesia, Arya Daru Pangayunan atau ADP (39), masih menyisakan tanda tanya besar. Arya ditemukan tewas di kamar kosnya di Jalan Gondangdia Kecil, Menteng, Jakarta Pusat, pada Selasa (8/7/2025) pagi, dengan kondisi wajah terlilit isolasi atau lakban.

Meski telah dilakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) dan pemeriksaan awal, penyebab pasti kematian Arya hingga kini belum dapat dipastikan. Pihak kepolisian masih menunggu hasil autopsi lengkap, termasuk analisis histopatologi dan toksikologi, untuk mengungkap fakta di balik peristiwa ini.

Rekaman CCTV Jadi Petunjuk Awal
Dua video rekaman CCTV dari kos tempat tinggal korban kini menjadi perhatian. Rekaman pertama menunjukkan Arya sempat keluar dari kamarnya pada Senin (7/7/2025) malam sekitar pukul 23.24 WIB, membawa kantong kresek hitam. Ia terlihat berjalan menuju pintu keluar kos, lalu kembali beberapa saat kemudian tanpa membawa kantong tersebut, dan masuk kembali ke dalam kamarnya.

Sementara rekaman kedua merekam momen saat penjaga kos bersama seorang pria lain berusaha membuka paksa jendela kamar Arya pada keesokan harinya, usai curiga karena korban tak kunjung keluar. Salah satu dari mereka terlihat menyusupkan badannya ke dalam kamar, sementara yang lain merekam proses tersebut. Setelah pintu berhasil dibuka, keduanya menemukan Arya sudah dalam keadaan tidak bernyawa.

Pihak kepolisian menyatakan tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan pada tubuh korban. Barang-barang pribadi Arya juga dipastikan dalam keadaan utuh, sehingga dugaan pembunuhan belum dapat disimpulkan.

Namun, karena kondisi korban ditemukan dengan wajah terlilit lakban, penyelidikan tetap dilakukan secara menyeluruh untuk memastikan tidak ada unsur pidana yang terlewatkan.

Kapolda Metro Jaya, Irjen Karyoto, menyampaikan bahwa penyelidikan kini telah diambil alih oleh Ditreskrimum Polda Metro Jaya. Ia menargetkan hasil final penyebab kematian akan rampung dalam waktu satu pekan.

Keterangan dari pihak keluarga, khususnya istri korban, menyebut bahwa Arya memiliki riwayat penyakit GERD (Gastroesophageal Reflux Disease) dan kolesterol tinggi. Meski begitu, polisi tidak ingin berspekulasi sebelum hasil medis keluar.

“Kami masih menunggu hasil autopsi menyeluruh, termasuk toksikologi dan histopatologi, untuk mengetahui apakah kematian disebabkan faktor medis atau lainnya,” ujar salah satu penyidik.

Sebagai pejabat diplomatik muda, Arya dikenal aktif di lingkungannya dan memiliki rekam jejak profesional yang baik di Kemlu. Kematian mendadaknya dengan kondisi tidak biasa ini menimbulkan banyak spekulasi di masyarakat dan dunia maya.

Publik kini menanti kepastian dari aparat penegak hukum: apakah ini kematian wajar akibat penyakit, ataukah ada unsur kesengajaan di baliknya.

Polda Metro Jaya menegaskan akan menyampaikan hasil penyelidikan secara transparan begitu semua proses forensik rampung.