KUALA LUMPUR, MALAYSIA – Tanggal 10 Juli 2025 menjadi penanda sejarah, Tun Dr Mahathir Mohamad genap berusia 100 tahun. Sosok yang namanya melekat erat dengan perjalanan modernisasi Malaysia ini telah menorehkan pengaruh politik selama lebih dari separuh abad dan kini, ia berdiri sebagai satu dari sedikit tokoh dunia yang aktif dalam tiga abad berbeda: ke-20, ke-21, dan ke-22.

Lahir di Alor Setar, Kedah, pada 1925, Mahathir memulai langkahnya sebagai seorang dokter lulusan King Edward VII College of Medicine, Singapura. Tapi hidupnya tak hanya untuk mendengar detak jantung pasien — ia juga mendengar detak perubahan bangsa.

Ketika ia menjabat sebagai Perdana Menteri pertama kali pada tahun 1981, Malaysia bukanlah negara seperti sekarang. Mahathir melihat celah — dan peluang. Ia mengajak rakyatnya untuk “melihat ke Timur” melalui Look East Policy, belajar dari etos kerja Jepang dan Korea Selatan.

Kebijakan ini jadi fondasi besar untuk industrialisasi. Proyek-proyek ambisius seperti Jalan Tol Utara-Selatan, Bandara Internasional Kuala Lumpur (KLIA), Putrajaya, hingga Menara Kembar Petronas muncul di bawah kepemimpinannya. Malaysia mulai menatap dunia, bukan hanya sebagai penonton, tapi pemain utama.

Ketika Krisis Keuangan Asia menghantam pada 1997, Mahathir mengambil langkah tak populer: menolak bantuan IMF. Ia memilih mengendalikan mata uang, menetapkan kontrol modal, dan memproteksi ekonomi dalam negeri. Hasilnya? Malaysia pulih lebih cepat dari banyak negara tetangga. Ia membuktikan bahwa kadang, arus utama bukan satu-satunya jalan.

Mungkin tak ada yang menyangka, pada usia 92 tahun, Mahathir akan kembali merebut kursi perdana menteri, mengalahkan partai yang dulu ia pimpin. Bersama Pakatan Harapan dan mantan rivalnya Anwar Ibrahim, ia menandai titik balik politik Malaysia pada Pemilu 2018. Ia pun resmi tercatat sebagai perdana menteri tertua di dunia.

Namun masa jabatan keduanya hanya bertahan 22 bulan, runtuh oleh pergolakan internal dan dinamika koalisi yang tak solid. Tapi seperti biasa, Mahathir tak kehilangan tempat di hati sejarah.

Privatisasi, industrialisasi, dan transformasi ekonomi tak lepas dari era Mahathir. Perusahaan seperti Telekom Malaysia dan Malaysia Airlines lahir dari upayanya mendorong efisiensi lewat privatisasi.

Dan tentu saja, siapa bisa melupakan Proton, mobil nasional pertama Malaysia? Dirintis pada 1983 bersama Mitsubishi, Proton bukan sekadar kendaraan. Ia simbol mimpi Mahathir agar Malaysia tak lagi sekadar negara penghasil bahan mentah, tapi pelaku manufaktur dunia.

Mahathir adalah tokoh yang membelah opini. Sebagian mengaguminya sebagai bapak pembangunan, sebagian lainnya mengkritisi kebijakan otoriternya. Tapi satu hal tak bisa dibantah: ia membentuk wajah Malaysia hari ini.

Dari ruang praktik dokter ke meja kabinet, dari kampus kedokteran di Singapura ke panggung politik dunia, Mahathir telah menjelma menjadi lebih dari sekadar pemimpin. Ia adalah narasi hidup tentang ambisi, kegigihan, dan warisan yang tak mudah dilupakan.

Selamat ulang tahun ke-100, Tun. Satu abad, dan masih jadi bagian dari percakapan masa depan!