JAKARTA – Pemerintah Indonesia telah mencabut Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 36 Tahun 2023 dan Nomor 8 Tahun 2024 mengenai Kebijakan dan Pengaturan Impor. Sebagai penggantinya, pemerintah menerbitkan Permendag Nomor 16 Tahun 2025 yang mengatur kebijakan impor secara umum, serta delapan Permendag lainnya yang mengatur secara spesifik untuk setiap klaster komoditas.

Langkah ini diambil sebagai upaya untuk memperkuat ekosistem kemudahan berusaha dan meningkatkan daya saing nasional di tengah ketidakpastian kondisi global. “Deregulasi ini merupakan arahan Presiden Prabowo, terutama untuk menghadapi ketidakpastian perdagangan global, kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Ekon) Airlangga Hartarto,dikutip dari laman Kemenko Perekonomian, Jumat (3/7/2025).

Pemerintah ingin memberikan kemudahan bagi pelaku usaha, sekaligus untuk menciptakan dan mendorong daya saing. Deregulasi juga bertujuan untuk menciptakan ekosistem yang mendukung penciptaan lapangan kerja dan menjaga investasi, khususnya di sektor padat karya.

Delapan Permendag yang mengatur masing-masing klaster komoditas adalah sebagai berikut:
– Permendag Nomor 17 Tahun 2025 : Kebijakan dan Pengaturan Impor Tekstil dan Produk Tekstil.
– Permendag Nomor 18 Tahun 2025 : Kebijakan dan Pengaturan Impor Barang Pertanian dan Peternakan.
– Permendag Nomor 19 Tahun 2025 : Kebijakan dan Pengaturan Impor Garam dan Komoditas Perikanan.
– Permendag Nomor 20 Tahun 2025 : Kebijakan dan Pengaturan Impor Bahan Kimia, Bahan Berbahaya, dan Bahan Tambang.
– Permendag Nomor 21 Tahun 2025 : Kebijakan dan Pengaturan Impor Barang Elektronik dan Telematika.
– Permendag Nomor 22 Tahun 2025 : Kebijakan dan Pengaturan Impor Barang Industri Tertentu.
– Permendag Nomor 23 Tahun 2025 : Kebijakan dan Pengaturan Impor Barang Konsumsi.
– Permendag Nomor 24 Tahun 2025 : Kebijakan dan Pengaturan Impor Barang Dalam Keadaan Tidak Baru dan Limbah Non Bahan Berbahaya dan Beracun.

Selain itu, pemerintah juga menetapkan relaksasi impor untuk sepuluh kelompok komoditas, dengan tetap menjaga kepentingan nasional dan kelestarian industri strategis dalam negeri. Relaksasi ini mencakup produk kehutanan (khususnya kayu untuk bahan baku industri), bahan baku pupuk bersubsidi, bahan bakar, bahan baku plastik, sakarin dan siklamat (pemanis industri), bahan kimia tertentu, mutiara, food tray, alas kaki, serta sepeda roda dua dan tiga.

Terkait deregulasi kebijakan untuk kemudahan berusaha di dalam negeri, pemerintah menerbitkan Permendag Nomor 25 Tahun 2025 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Waralaba oleh Pemerintah Daerah.

Ketentuan ini bertujuan untuk mempermudah usaha waralaba, terutama dalam penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Waralaba (STPW) yang diurus di kantor pelayanan publik di pemerintah daerah.

“Ketentuan ini memberikan pedoman bagi pemerintah daerah dalam penerbitan STPW yang menjadi kewenangannya, sehingga dapat memberikan kepastian hukum dan mempermudah ekspansi usaha waralaba. Jika STPW tidak diterbitkan dalam lima hari sejak permohonan diajukan, bukti permohonan dapat digunakan sementara sebagai dasar legal operasional usaha hingga STPW diterbitkan,” jelas Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso.

Kemendag juga menerbitkan Permendag Nomor 26 Tahun 2025 yang mencabut empat Permendag di bidang perdagangan dalam negeri. Permendag yang dicabut meliputi Permendag Nomor 36 Tahun 2007 tentang Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan, Permendag Nomor 22 Tahun 2016 tentang Ketentuan Umum Distribusi Barang, Permendag Nomor 25 Tahun 2020 tentang Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan, dan Permendag Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian.

“Pemerintah berkomitmen untuk terus memantau dan mengevaluasi dampak kebijakan ini untuk memastikan kebermanfaatannya bagi dunia usaha dan masyarakat luas,” pungkas Budi Santoso.