MAKASSAR, SULSEL – Hingga akhir Juni 2025, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Sulawesi Selatan (Sulsel) melaporkan sekitar 700 orang telah terdaftar sebagai korban pemutusan hubungan kerja (PHK) di Sulsel.
Angka tersebut menurut Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Sulsel, Jayadi Nas, angka tersebut merupakan hasil laporan sementara yang diterima oleh Satuan Tugas (Satgas) PHK sejak awal tahun 2025.
“Kemungkinan masih ada pekerja yang belum melapor, terutama mereka yang hanya dirumahkan atau telah kembali bekerja di tempat lain. Meskipun demikian, jumlah yang tercatat saat ini hanya berdasarkan laporan yang diterima oleh Satgas PHK,” sebut Jayadi, Kamis (3/7/2025) di kantornya.
Dari jumlah tersebut, masih ada yang dalam proses negosiasi. “Saya belum mendapatkan informasi mengenai hasil negosiasinya. Angka 700 ini mencakup seluruh wilayah Sulsel,” lanjut Jayadi.
PHK terjadi karena berbagai faktor, salah satunya adalah efisiensi anggaran perusahaan yang memaksa mereka untuk menghentikan sebagian operasional. “Kondisi perusahaan yang sedang melakukan efisiensi penggunaan anggaran pasti akan berimbas pada jumlah tenaga kerja,” kata Jayadi.
Ia juga menambahkan bahwa beberapa perusahaan di Sulsel memilih untuk menutup unit usaha lama dan membuka usaha baru. Penutupan unit usaha tersebut mengakibatkan karyawan di bagian tersebut harus berhenti.
“Ada sejumlah perusahaan yang menutup unit usahanya tetapi membuka usaha baru. Jika unit usaha ditutup, otomatis karyawan di bagian tersebut juga harus berhenti,” jelasnya.
Sementara itu, Sekretaris Satgas PHK Disnakertrans Sulsel, Hazairin, menegaskan bahwa angka tersebut belum sepenuhnya valid karena masih menunggu data rinci dari kabupaten dan kota. Satgas PHK telah mengirim surat kepada pemerintah kabupaten dan kota untuk mendata perusahaan yang melakukan PHK.
“Jadi, angka 700 ini adalah laporan PHK. Di awal tahun, kami membentuk Satgas PHK untuk memantau berapa banyak PHK yang terjadi. Angka 700 ini belum mencakup seluruh pengaduan,” kata Hazairin.
Ada dua sektor yang menjadi perhatian terkait kasus PHK, yaitu pertambangan dan perhotelan. Untuk sektor pertambangan, Satgas memberikan perhatian khusus kepada PT Huadi di Bantaeng.
Sementara itu, di sektor perhotelan, meskipun PHK massal belum terjadi, beberapa hotel di Makassar mulai memangkas hari kerja karyawan.
“Misalnya, dalam satu bulan yang biasanya 30 hari penuh, sekarang hanya tersisa 15 hari kerja. Ini otomatis berdampak pada penghasilan karyawan. Mereka sedang dalam proses negosiasi dengan pekerjanya. Satgas PHK juga telah melakukan koordinasi awal dengan asosiasi terkait,” Hazairin mencontohkan.