Rastranews.id, Makassar – Kasus penculikan Bilqis, bocah empat tahun yang sempat menggegerkan warga Makassar, akhirnya menyingkap jaringan perdagangan anak lintas provinsi. Polisi mengungkap, sindikat tersebut beroperasi melalui grup media sosial yang berkedok adopsi anak.

Kasat Reskrim Polrestabes Makassar, AKBP Devi Sujana, menjelaskan bahwa pelaku utama berinisial SY (30) berkomunikasi dengan tersangka NH (29) melalui sebuah grup Facebook yang memperbincangkan “adopsi anak”. Dari sinilah transaksi gelap itu dimulai.

“Sebenarnya ada beberapa grup di Facebook yang khusus membahas tentang seperti ini, tapi bahasanya adopsi. Ada grupnya dan di sana juga kadang-kadang ada orang yang mencari anak, apakah buat orang lain atau buat diri sendiri,” ungkap Devi di Mapolrestabes Makassar, Senin (10/11/2025).

Devi menjelaskan, jaringan antara tersangka NH dan MA (42) sudah melakukan beberapa kali transaksi. Sementara MA sendiri, telah melakukan sembilan kali transaksi dengan modus yang sama.

“Untuk tersangka yang diamankan di Sukoharjo ini (NH) dia sudah transaksi dengan MA yang di Jambi 3 kali. Sementara yang MA ini sudah 9 kali. Tapi tidak menutup kemungkinan mungkin jumlah sebenarnya ada lebih dari itu, kita masih melakukan pendalaman,” terangnya.

Adapun MA bersama kekasihnya AS (36) yang berdomisili di Jambi, dikatakan telah banyak melakukan transaksi dengan beberapa pihak. Dimana salah satu korbannya sendiri adalah Bilqis, yang diketahui dijual oleh kedua pelaku ini kepada salah satu suku di Jambi senilai Rp80 Juta.

Berdasarkan hasil interogasi, Devi mengungkapkan bahwa para pelaku pada umumnya mengincar anak-anak usia di bawah umur lima tahun.

“Jadi kalau kita interogasi dengan pihak yang bersangkutan, para pelaku menyasar diutamakan yang masih di bawah umur lima tahun. Makanya mungkin hati-hati untuk semua warga masyarakat agar lebih waspada lagi terhadap anaknya, di mana dia bermain atau sekolah,” sebutnya.

Ia juga menjelaskan bagaimana pelaku NH berhasil membawa Bilqis hingga ke Jakarta sebelum akhirnya dijual ke Jambi.

“Jadi si pelaku ini membeli tiket lewat aplikasi Traveloka. Karena korban masih di bawah umur, ya dia langsung masukkan saja. Karena kan tidak perlu pakai tanda pengenal,” ungkapnya.

Sejauh ini, menurut Devi, kasus dugaan TPPO seperti ini baru pertama kali terjadi di Kota Makassar. Ia mengakui, ada beberapa laporan yang diterima Polrestabes Makassar sebelumnya, namun setelah ditelusuri kasus tersebut karena faktor masalah keluarga.

“Untuk serupa seperti ini baru kali ini. Sebenarnya ada beberapa kemarin laporan seperti ini, tapi setelah didalami, ternyata masalah keluarga. Kebanyakan anak di bawah umur laporannya hilang, ternyata konflik keluarga antara suami-istri,” jelasnya.

Ia juga mengakui, pada awalnya menduga kasus yang menimpa Bilqis dilatarbelakangi oleh konflik keluarga. Namun setelah melakukan pendalaman, ternyata ditemukan adanya indikasi sindikat jaringan TPPO hingga ke luar Sulawesi.

“Nah dugaan awalnya (kasus ini) begitu, cuma setelah kita lakukan pendalaman ternyata tidak ada permasalahan keluarga. Makanya kita atensi,” ucapnya.

Lebih jauh, Devi mengatakan, pihaknya banyak mendapat bantuan saat mengungkap kasus ini. Di antaranya dari jajaran kepolisian Jawa Tengah, Jogjakarta dan juga Jambi.

Kendati mendapati kendala saat negosiasi dengan pihak salah satu suku tempat terakhir Bilqis ditemukan, Devi mengatakan pihaknya berhasil membawa pulang anak perempuan itu berkat pendekatan persuasif dari Polres Merangin dan tokoh masyarakat.

“Karena yang penerima itu mereka mengira yang menjual adalah orang tua kandungnya (Bilqis). Jadi MA ini membuat surat pernyataan yang seolah dari orang tua kandungnya, bahwa dia tidak sanggup untuk memelihara anaknya sehingga diserahkan,” urainya.

Sementara soal kabar bahwa Bilqis ditebus dengan uang senilai Rp150 Juta atau satu unit mobil Mitsubishi Pajero yang telah beredar di media sosial, Kasat Reskrim Polrestabes Makassar ini membantah semua rumor tersebut. (MU)